KEBIJAKAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT


PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
NOMOR : 338//Dir-SK/XII/2016
TENTANG
KEBIJAKAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT 
DIREKTUR RUMAH SAKIT 


MENIMBANG          : 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan farmasi Rumah Sakit , maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi tentang pelayanan evaluasi penggunaan obat.
                                    2. Bahwa untuk memantau penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
3. Bahwa agar pelayanan farmasi Rumah sakit  dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang Pelayanan Informasi obat oleh IFRS Rumah Sakit  sebagai landasan bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan farmasi Rumah Sakit 

                                   
MENGINGAT          : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi.
3.  Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien.
4.  Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
KESATU                  : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT  TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT .

KEDUA                    : Kebijakan Pelayanan Informasi Obat Rumah Sakit  sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini.

KETIGA                   : Pelayanan  evaluasi penggunaan obat di rumah sakit dilaksanakan oleh IFRS Rumah Sakit 

KEEMPAT                : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 tahun sekali.

KELIMA                   : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.




Ditetapkan di   :     Tangerang
Tanggal                        :     30 Desember 2016
RUMAH SAKIT TANGERANG




Direktur
 
 










TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit 
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip



LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
Nomor             : 338/RSQ/Dir-SK/XII/2016
Tanggal           : 30 Desember 2016


KEBIJAKAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
RUMAH SAKIT 

1.      Definisi
Program evaluasi penggunaan obat (EPO) di rumah sakit adalah suatu proses jaminan mutu yang terstruktur, dilaksanakan terus-menerus, dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan untuk memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan aman, tepat, dan efektif.
Dalam lingkungan pelayanan kesehatan, penggunaan obat yang ekonomis harus juga diberikan prioritas tinggi dan karena itu, menjadi suatu komponen dari definisi ini. Definisi program EPO tersebut di atas difokuskan pada penggunaan obat secara kualitatif.
Sasaran EPO secara umum adalah sebagai berikut :
1.      Mengadakan Pengkajian penggunaan obat yang efisien dan terus menerus
2.      Meningkatkan pengembangan standar penggunaan terapi obat
3.      Mengidentifikasi bidang yang perlu untuk materi edukasi berkelanjutan
4.      Meningkatkan kemitraan antar pribadi professional pelayanan kesehatan
5.      Menyempurnakan pelayanan pasien yang diberikan
6.      Mengurangi resiko tuntutan hukum pada rumah sakit
7.      Mengurangi biaya rumah sakit dan perawatan pasien sebagai akibat dosis akurat, efek samping yang lebih sedikit, dan waktu hospitalisasi yang lebih singkat.

Jaminan mutu mendorong suatu perspektif solusi masalah untuk meningkatkan pelayanan pasien. Untuk solusi permasalahan yang dihadapi sangatlah penting, unsur-unsur dasar berikut yang harus diperhatikan
1.      Kriteria / standar penggunaan obat, dalam penggunaan obat harus yang dapat diukur (standar) yang menguraikan penggunan obat yang tepat.
2.      Mengidentifikasi masalah penting dan yang mungkin, memantau dan menganalisis penggunaan obat secara terus menerus, direncanakan secara sistematik untuk mengidentifikasi masalah nyata atau masalah yang mungkin. Secara ideal, kegiatan ini sebaiknya diadakan secara prospektif
3.      Menetapkan prioritas untuk menginvestigasi dan solusi masalah.
4.      Mengkaji secara objektif, penyebab, dan lingkup masalah dengan menggunakan kriteria yang absah secara klinik
5.      Solusi masalah.
6.      Mencanangkan dan menerapkan tindakan untuk memperbaiki atau meniadakan masalah.
7.      Memantau solusi masalah dan keefektifan.
8.      Mendokumentasi serta melaporkan secara terjadwal temuan, rekomendasi, tindakan yang diambil, dan hasilnya. Tindakan yang diambil dapat berupa pengaturan atau edukasi yang cocok dengan keadaan dan kebijakan rumah sakit.

2.      Standar untuk Melakukan EPO
Pelaksana Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
EPO dilakukan oleh staf medik sebagai suatu proses yang terus-menerus, terencana dan sistematik, berbasis kriteria untuk memantau dan mengevaluasi penggunaan obat profilaksis, terapi, dan empirik untuk membantu memastikan bahwa obat-obat tersebut diberikan dengan tepat, aman, dan  efektif. Proses ini mencakup pengumpulan dan pengkajian rutin informasi, untuk mengidentifikasi kesempatan menyempurnakan penggunaan obat, dan untuk mengatasi masalah dalam penggunaannya.
Obat yang Dievaluasi
Pemantauan dan evaluasi obat terus – menerus yang diseleksi berdasarkan satu atau lebih alasan berikut:
1.      Didasarkan pada pengalaman klinik, diketahui dan dicurigai bahwa obat berinteraksi dengan obat lain dalam suatu cara yang menimbulkan suatu resiko kesehatn yang signifikan.
2.      Obat digunakan dalam  pengobatan berbagai reaksi, disebabkan  umur, ketidakmampuan, atau karakteristik metabolik yang unik
3.      Obat telah ditetapkan melalui program pengendalian infeksi rumah sakit atau kegiantan jaminan mutu lain, untuk memantau, mengevaluasi.
4.      Obat adalah salah satu yang paling sering ditulis.
Proses untuk Memantau dan Mengevaluasi Penggunaan Obat
1.    Dilakukan oleh staf medik dan bekerja sama dengan IFRS, bagian keperawatan, staf manajemen, administratif, bagian lain/pelayanan, dan berbagai individu.
2.    Didasarkan pada penggunaan kriteria objektif yang merefleksikan pengetahuan mutakhir, pengalaman klinik, dan pustaka yang relevan.
3.    Dapat mencakup penggunaan mekanisme penapisan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi lebih intensif berbagai masalah atau kesempatan untuk penyempurnaan penggunaan suatu obat atau golongan obat tertentu.


3.      Kerangka untuk EPO
Kerja sama antara dokter dan apoteker sangat diperlukan untuk memastikan penggunaan obat yang optimal. Untuk memberi kewenangan dan struktur pada suatu program EPO, tanggung jawab untuk melakukan proses EPO secara khas didelegasikan pada suatu komite dari staf medik. Komite/panitia yang dapat melakukan fungsi ini diuraikan dibawah ini.
Komite Farmasi dan Terapi
Komite ini bertanggung jawab untuk mengatur semua aspek dari siklus obat dalam rumah sakit, mulai dari pengadaan  sampai ke evaluasi, dan karena susunan panitia ini terdiri atas gabungan dari profesional  pelayanan  kesehatan, panitia ini sering ditunjuk bertanggung  jawab untuk memimpin EPO. Dalam beberapa rumah sakit, tanggung jawab ini didelegasikan pada suatu komite dari KFT.
Panitia Pengendalian Infeksi
Fokus dari PPI ini adalah surveilan dan pengendalian infeksi. Panitia ini kadang-kadang diberi tanggung jawab uintuk mengevaluasi penggunaan obat (EPO) antibiotika. Karena lingkup EPO mencakup semua kategori obat adalah tidak tepat untuk memisahkan EPO antibiotika dari kegiatan EPO lainnya.
Panitia Staf Medik Fungsional (SMF)
Beberapa rumah sakit memilih bekerja melalui panitia SMF yang ada (misalnya, SMF pediatrik, bedah, penyakit dalam, dll) dalam pelaksanaan EPO.
Panitia EPO
Beberapa rumah sakit membentuk suatu panitia khusus dengan tanggung jawab khusus untuk EPO. Keanggotaan dan hubungan pelaporan dari panitia harus diresmikan (diformalkan) dalam struktur organisasi rumah sakit.
Panitia Audit Medik (PAM)
Kewenangan dan akuntabilitas untuk mengevaluasi pelayanan medik sering didelegasikan pada suatu PAM, suatu panitia tetap dari staf medik terorganisasi. Pengkajian pelayanan medik oleh berbagai dokter lain, pada umumnya disebut “pengkajian kelompok ahli yang sama” (Peer Review). Direkomendasikan agar perwalian profesi kesehatan lainnya termasuk apoteker, diangkat dalam panitia ini.
Panitia Jaminan Mutu
Untuk memadukan semua proses jaminan mutu yang terjadi di seluruh rumah sakit, kebanyakan rumah sakit mempunyai Panitia Jaminan Mutu sentral. Panitia ini jarang berpartisipasi langsung dalam pengkajian masalah dan fase tindakan EPO, tetapi dapat mengatur keefektifan program.
Tidak ada suatu cara tunggal yang lebih diinginkan dari pengorganisasian kegiatan EPO. Setiap rumah sakit wajib mendesain suatu sistem yang dapat bekerja paling baik dengan gabunagn khas dari personel, kebijakan, dan protokol. Harus diputuskan individu atau kelompok yang dapat merencanakan paling efektif untuk penggunaan obat yang optimal, mengidentifikasikan masalah yang berkaitan dengan obat, menganalisis data, merekomendasikan tindakan, dan solusi masalah berkenaan penggunaan obat. Tentu saja, seorang anggota penting dari EPO adalah seorang apoteker yang komunikatif dan bertanggung jawab.
4.      Pelaksanaan EPO
EPO dapat dengan mudah divisualisasikan sebagai kegiatan jaminan mutu. Penetapan dan pemeliharaan suatu program EPO sangat rumit. Walaupun pengembangan dari berbagai langkah tertentu dapat berubah-ubah, pendekatan berikut dapat membantu mengkonsepsikan dan melakukan EPO sebagai suatu kegiatan jaminan mutu.
1.      Membentuk tim EPO dan menunjuk penanggung jawab
2.      Mengkaji data pola penggunaan obat secara menyeluruh (secara kuantitatif)
3.      Mengidentifikasi obat dan golongan obat-obat tertentu untuk dipantau dan dievaluasi
4.      Mengembangkan kriteria penggunaan obat (KPO)
5.      Mengumpulkan dan mengorganisasikan data
6.      Mengevaluasi penggunaan obat dengan mengacu pada KPO
7.      Mengambil tindakan untuk solusi masalah atau menyempurnakan penggunaan obat
8.      Mengkaji keefektifan tindakan yang diambil dan membuktikan penyempurnaan.
9.      Mengkomunikasikan informasi kepada individu dan kelompok yang tepat di dalam rumah sakit.

5.      Desain Studi EPO
Evaluasi retrospektif melakukan evaluasi penggunaan obat setelah dikonsumsi; secara khas, evaluasi retrospektif dilakukan setelah seorang pasien telah menyelesaikan suatu rangkaian terapi, dan setelah dibebaskan dari rumah sakit. Pada umumnya menggunakan rekam medic sebagai suatu sumber utama karena rekaman ini adalah dokumentasi gabungan pelayanan yang dialami oleh pasien, termasuk hasil berikutnya.
Pengkajian konkuren adalah suatu pengkajian kontemporer atau perawatan sekarang yang sedang diberikan kepada pasien. Suatu evaluasi konkuren memberi peluang untuk melakukan tindakan perbaikan ketika pasien masih tinggal dalam rumah sakit.
Evaluasi prospektif adalah suatu evaluasi dengan maksud mungkin untuk pelayanan yang akan datang dan direncanakan bagi pasien. Evaluasi prospektif mempunyai keuntungan untuk mengubah terapi obat sebelum pasien menerimanya. Suatu contoh yang baik dari proses evaluasi prospektif adalah suatu protokol atau criteria tertulis tertentu untuk penggunaan suatu obat tertentu. Evaluasi ini menyatakan secara tidak langsung mengevaluasi sebelum penulisan, dispensing, atau sebelum pemberian obat, dan mengantisipasi hasil dari tindakan itu.

Mengambil tindakan untuk solusi masalah atau menyempurnakan penggunaan obat
Tindak lanjut dari PFT
Suatu mekanisme  sederhana untuk memulai tindakan perbaikan adalah suatu ketua PFT kepada ketua SMF atau praktisi individu. Adapun surat itu
1.      Harus sangat spesifik, harus menidentifikasikan kasus atau data tertentu yang terhadapnya tindakan perbaikan dianjurkan;
2.      Dengan jelas menyatakan maksud pelaksanaan EPO dan mengapa itu penting bagi rumah sakt dan bagi staf medic;
3.      Harus spedifiknpada rencana tindakan perbaikan, yaitu: Siapa yang menerapkan perubahan? Apa sebenarnya yang diubah, dan bagaimana itu diselesaikan?;
4.      Dalam beberapa rumah sakit, ketua/kepala tiap SMF yang terlibat kasus dan gagal memenuhi kriteria penggunaan obat, diminta membicarakan kasus tertentu dalam kegiatan jaminan mutu SMF bulanan;
5.      PFT menganjurkan dalam suratnya, bahwa kasus tertentu ini dikaji dalam pertemuan SMF dan bahwa kepala SMF dapat mengambil tindakan disiplin atau edukasi yang mungkin perlu.
Tindakan Edukasi
Apoteker dapat memainkan peran penting dalam pengadaan edukasi berkelanjutan melalui seminar, surat berita, diskusi pada pertemuan laporan pagi, penyajian formal pada kunjungan besar ke ruang pasien, dan penyajian informal pada kunjungan pelayanan pasien harian. IFRS dapat memilih sasaran tertentu misalnya suatu obat tertentu, golongan obat tertentu, atau dokter spesialis tetentu, SMF atau pelayanan tertentu.

RENCANA TINDAKAN PERBAIKAN
Kerangka waktu untuk tindakan
Tindakan perbaikan pada taraf tertentu, bergantung pada kerangka waktu yang dipilih untuk mengkaji masalah dalam terapi obat.
Strategi untuk bertindak
Berbagai metode mungkin berguna dalam rencana tindakan perbaikan yaitu
·         Edukasi
Salah satu rencana tindakan yang paling umum dalam jaminan mutu adalah penyajian suatu program edukasi berkelanjutan, difokuskan pada masalah yang diidentifikasi.
·         Pembatasan Penggunaan Obat
Rencana tindakan yang lain untuk mempengaruhi kepatuhan pada criteria penggunaan obat adalah pembatasan penggunaan obat. Hal ini merupakan rencana tindakan biasa, untuk menyempurnakan penggunaan antibiotik dalam rumah sakit. Sistem pengendalian demikian dapat mengubah praktik penulisan obat
·         Perubahan sistem
1.      Perpanjangan IFRS selama 24 jam
2.      Mengadakan laboratorium farmakokinetik klinik, atau minimal adanya seorang apoteker spesialis farmakokinetik klinik yang aktif dalam pelayanan konsultasi farmakokinetik; dan
3.      Mengembangkan, menyempurnakan atau merevisi kebijakan dan prosedur tertentu;
4.      Penerapan pelayanan farmasi klinik untuk mendukung penggunaan obat yang bermutu, juga dapat merupakan tindakan yang tepat
·         Intervensi prospektif atau konkuren
Strategi lain untuk tindakan adalah mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan penggunaan obat yang optimal secara prospektif atau secara konkuren. Apotek klinik secara khas memenuhi syarat untuk melakukan pengkajian prospektif dan konkuren. Proses pengkajian prospektif dan konkuren menggunakan kriteria penggunaan obat tertulis yang secara klinik abash untuk mengkaji regimen terapi.
·         Pengkajian tindakan yang diambil dan penyempurnaan dokumen
Setelah tindakan koreksi dilakukan untuk solusi masalah atau untuk penyempurnaan penggunaan obat, suatu mekanisme harus ada untuk mengkaji keefektifan tindakan koreksi yang dilakukan sehingga benar-benar mengubah terapi sebagaimana dimaksudkan. Hal ini memerlukan suatu reevaluasi obat atau golongan obat yang sebelumnya telah dievaluasi. Jika tidak ada masalah yang terdeteksi dengan suatu obat tertentu, evaluasi obat tersebut dhentikan dari proses pengkajian dan diganti dengan obat sasaran lainnya. Obat bermasalah tetap dalam dalam daftar sasaran sampai masalah diatasi.
·         Mengkomunikasikan informasi relevan kepada kepada individu yang tepat
Komunikasi yang efektif adalah penting untuk suatu program EPO yang berhasil. Suatu rencana dan jenis informasi yangt jelas, harus diuraikan secara tepat kepada individu/kelompok yang menerima. Semua hasil program EPO harus dikomunikasikan melalui berbagai saluran yang ditetapkan oleh kebijakan rumah sakit.
KESULITAN YANG MUNGKIN
·         Yang paling sulit adalah apabila program tidak mempunyai otoritas. Suatu program EPO yang bekerja bebas (independen) dari staf medik, kemungkinan besar akan tidak efektif. Staf medik harus terlibat agar program mempunyai leitimasi (hak kekuasaan).
·         Kekurangan dalam pengorganisasian terbukti mengganggu program. Tanpa suatu ketetapan yang jelas peranan berbagai individu program akan kacau. Kebijakan dan prosedur harus terdokumentasi, agar proses organisasi terdokumentasi secara jelas dan tidak ada kebingungan tentang siapa yang mempunyai tanggung jawab apa
·         Pengoperasian program EPO dengan komunikasi yang buruk akan menyebabkan program gagal. Adalah penting bahwa setiap orang yang terlibat, mengerti proses EPO dan itu adalah penting untuk rumah sakit, staf medik dan IFRS. Seorang coordinator untuk kegiatan EPO harus ditunjuk dan bertanggung jawab untuk semua komunikasi. Diskusi tetap tentang kegiatan EPO adalah penting pada tingkat PFT.
·         Dokumentasi yang buruk dapat merusak program EPO. Semua studi EPO harus terdokumentasi dengan baik, termasuk rekomendasi yang dibuat, tindakan tindakan tindak lanjut yang diterapkan, dan evaluasi tindakan perbaikan yang dilakukan. Dokumentasi harus segera dapat ditelusuri.
·         Tidak melibatkan semua apoteker rumah sakit dalam kegiatan EPO adalah suatu kesalahan. Apoteker adalah professional yang logis dan tepat untuk melakukan suatu evaluasi awal dari terapi obat dalam struktur program EPO.

TANGGUNG JAWAB APOTEKER DALAM PROGRAM EPO
·         Bekerja sama dengan staf medis dan dengan yang lain, mengadakan koordinasi harian program EPO
·         Menyediakan data kuantitatif penggunaan obat untuk menetapkan obat yang akan dievaluasi (data konsumtif terakhir)
·         Menyiapkan konsep kriteria penggunaan obat/standar dengan bekerja sama dengan staf medik dan lain-lain untuk disetujui oleh Tim EPO, PFT, dan ketua Komite Medik.
·         Mengumpulkan data penggunaan obat yang akan dievaluasi dan mengkaji order obat, profil pengobatan oasien (P3), terhadap criteria penggunaan obat yang telah ditetapkan.
·         Menginterpretasikan dan melaporkan temuan evaluasi kepada Tim EPO, dan memformulasikan rekomendasi tindakan perbaikan yang akan diusulkan Tim EPO ke pimpinan rumah sakit.
·         Berpartisipasi dalam program tindakan perbaikan, misalnya dalam edukasi untuk memperbaiki temuan evaluasi.
·         Memantau keefektifan tindakan perbaikan dan membuat laporan tertulis tentang hasil pemantauan tersebut.


Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "KEBIJAKAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT"