PANDUAN PRAKTIK KLINIS OBSTETRI EKLAMSI
6. Terapi
|
Pengobatan medisinal:
1. Infus larutan ringer laktat
2. Pemberian obat: MgSO4
Cara pemberian MgSO4 ada dua pilihan:
1. Pemberian melalui intravena secara
kontinyu (infus dengan infusion pump):
·
Dosis
awal: 4 gram (10 cc MgSO4 40%) dilarutkan kedalam 100 cc ringer lactat,
diberikan selama 15-20 menit.
·
Dosis
pemeliharaan: 10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2
gram/jam ( 20-30 tetes per menit)
2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :
·
Dosis
awal: 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara IV. dengan kecepatan 1
gram/menit.
·
Dosis
pemeliharaan: Selanjutnya diberikan
MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) IM setiap 4 jam. Tambahkan 1cc lidokain 2%
pada setiap pemberian IM untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.
·
Bila
timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2g MgSO4 40% IV selama 2
menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan
2 g hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih
tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg/bb/IV pelan-pelan
Syarat-syarat pemberian
MgSO4 :
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1
gram dalam 10 cc) diberikan IV dalam waktu 3-5 menit.
2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg
bb/jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
1. Ada tanda-tanda
intoksikasi
2. Setelah 24 jam
pasca salin
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan
tekanan darah (normotensif).
Perawatan pasien dengan serangan kejang :
·
Dirawat
di kamar isolasi yang cukup terang.
·
Masukkan
sudip lidah ke dalam mulut pasien.
·
Kepala
direndahkan: daerah orofaring dihisap.
·
Fiksasi
badan pada tempat tidur harus cukup longgar guna menghindari fraktur.
·
Pasien
yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus), diberikan
pengobatan sebagai berikut:
o
Suntikan
Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) IV perlahan-lahan.
o
Bila
pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan Benzodiazepin IV setiap 1/2 jam sampai 3
kali berturut-turut.
o
Selain
Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang ulangan)
dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada
hari kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan seterusnya.
o
Apabila
setelah pemberian Benzodiazepin IV 3 kali berturut-turut, pasien masih tetap
kejang, maka diberikan tetes valium
(Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc NaCl 0,9%) dengan kecepatan 20-25
tetes/menit selama 2 hari.
Atas anjuran Bagian Saraf,
dapat dilakukan :
§ Pemeriksaan CT scan untuk menentukan
ada-tidaknya perdarahan otak.
§ Punksi lumbal, bila ada indikasi.
§ Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl, kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT,
SGPT, analisa gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang lain.
Perawatan pasien dengan koma :
a. Atas
konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien koma akibat edema otak:
§
Diberikan
infus cairan Manitol 20%
dengan cara: 200 cc (diguyur), 6 jam kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6
jam kemudian 150 cc lagi (diguyur)
§ Total pemberian 500 cc dalam sehari.
Pemberian dilakukan selama 5 hari.
§ Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10%
dengan kecepatan 30 tetes/menit selama 5 hari.
§ Dapat juga diberikan Dexamethason IV 4 x
2 ampul (8 mg) sehari, yang kemudian di tappering off
b. Monitoring
kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai"Glasgow-Pittsburgh-Coma
Scale".
c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan
makanan pasien.
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi dipertimbangkan dalam bentuk NGT (Naso
Gastric Tube).
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
:
a. edema paru
b. payah jantung kongestif
c. edema anasarka
Antihipertensi diberikan
bila :
1. Tekanan darah :
§ Sistolik > 180 mmHg
§ Diastolik > 110 mmHg
2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
§ Nifedipin 10 mg, dan dapat diulangi
setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan
darah. Labetalol 10 mg IV. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat
diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya,
diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit
berikutnya.
§ Bila tidak tersedia, maka dapat
diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air
untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc IV. perlahan-lahan selama 5 menit.
Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka
diberikan lagi sisanya 5 cc IV selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan
pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc Dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan
dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan, yaitu
penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20% dari awal.
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan
darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil.
Kardiotonika:
§ Indikasi pemberian kardiotonika ialah,
bila ada tanda-tanda payah
jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan : Cedilanid-D
§ Perawatan dilakukan bersama dengan
Bagian Penyakit Jantung
Lain-lain :
1. Obat-obat
antipiretik
§ Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5
° C
§ Dapat dibantu dengan pemberian kompres
dingin atau alkohol
2. Antibiotika
§ Diberikan atas indikasi
3. Anti nyeri
§ Bila pasien gelisah karena kontraksi
rahim dapat diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali saja.
Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan
a. Sikap dasar :
§ Semua kehamilan dengan eklamsi dan
impending eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan
janin.
§ Gejala impending eklamsi, adalah :
a. Penglihatan kabur
b. Nyeri ulu hati
c. Nyeri kepala yang hebat
b. Saat pengakhiran kehamilan :
§
Terminasi
kehamilan impending eklamsi adalah
dengan seksio sesarea.
§
Persalinan
pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:
-
Pasien
inpartu, kala II.
-
Pasien
yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang
berat.
-
HELLP
syndrome
-
Komplikasi
serebral (CVA, Stroke, dll)
-
Kontra
indikasi operasi (ASA IV)
Perawatan rumah sakit
:
§ Diperlukan perawatan di ruang rawat
intensif, dan ruang HCU (High Care Unit).
Penyulit:
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah,
perdarahan otak, kematian
Prognosis: Dubia
Informed consent
§ Dilakukan informed consent pada
setiap aspek tindakan, baik diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila
keadaan sudah sangat mengancam jiwa.
Patologi anatomi: Tidak diperlukan
Otopsi: Dilakukan pada kasus kematian akibat eklamsi
Catatan medik:
§ Mencakup keluhan utama, gejala klinis,
riwayat obstetri, pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan,
tindak lanjut, konsultasi, prognosis
|
7.
Pengobatan
Obstetrik
|
Sikap terhadap kehamilan
a. Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan
impending eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan
janin.
Gejala impending eklamsi, adalah :
o
Penglihatan
kabur
o
Nyeri
ulu hati yang hebat
o
Nyeri
kepala yang hebat
b.
Saat pengakhiran kehamilan :
o
Terminasi
kehamilan pasien eklamsi dan impending eklamsi adalah dengan seksio sesarea.
o
Persalinan
pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:
-
Pasien
inpartu kala II.
-
Pasien
yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang
berat.
-
Sindroma
HELLP
-
Komplikasi
serebral (CVA, Stroke, dll)
-
Kontra
indikasi operasi (ASA IV)
|
Sindroma HELLP
Weinstein, 1982, yang mula-mula menggunakan
istilah HELLP syndrome untuk kumpulan gejakla hemolysis, Elevated liver enzym dan Low Platelets
yang merupakan gejala utama dari sindroma ini.
Diagnosis laboratorium:
·
Hemolisis:
Ø adanya sel-sel spherocytes,
schistocytes, triangular,
dan sel Burr pada apus darah perifer
Ø kadar bilirubin total > 1,2 mg%
·
Kenaikan
kadar enzim hati
Ø kadar SGOT > 70 IU/L
Ø kadar LDH > 600 IU/L
·
Trombosit
< 100 x 103/mm3
Pengelolaaan :
Pada prinsipnya, pengelolaan terdiri dari:
1. Atasi hipertensi dengan pemberian obat
antihipetensi (lihat pengelolaan preeklamsi berat).
2. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian
MgSO4.
3. Pertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Pemberian transfusi trombosit apabila
kadar trombosit <30.000/mm3 untuk mencegah perdarahan spontan.
5. Terapi konservatif dilakukan apabila
umur kehamilan <34 minggu, tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg,
diuresis normal (>30cc/jam), kenaikan kadar enzim hati yang tidak disertai
nyeri perut kuadran atas kanan atau nyeri ulu hati.
6. Pemberian kortikosteroid, terutama pada
kehamilan 24-34 minggu atau kadar trombosit <100.000 /mm3,
diberikan deksametason 10 mg IV 2 x sehari sampai terjadi perbaikan klinis
(trombosit > 100.000 /mm3, kadar LDH menurun dan diuresis >
100 cc/jam). Pemberian deksametason dipertahankan sampai pascasalin sebanyak
10 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari, kemudian 5 mg iv 2 kali sehari selama 2
hari lagi.
7. Dianjurkan persalinan pervaginam,
kecuali bila ditemukan indikasi seperti: serviks yang belum matang (skor
Bishop < 6), bayi prematur, atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
8. Bila akan dilakukan operasi seksio
sesarea, kadar trombosit < 50.000/mm3 merupakan indikasi untuk
melakukan transfusi trombosit.
9. Pemasangan drain intraperitoneal dianjurkan
untuk mengantisipasi adanya perdarahan intraabdominal. Bila ditemukan cairan
asites yang berlebihan, perawatan pascabedah di ICU merupakan indikasi untuk
mencegah komplikasi gagal jantung kongestif dan sindroma distres pernafasan.
Penyulit : Sindroma
HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan
otak.
Konsultasi : Disiplin
ilmu terkait (UPF Ilmu Penyakit Dalam, ICU, UPF Syaraf, UPF Mata)
Perawatan
Rumah Sakit : Lampiran protokol
Terapi : Lampiran protocol
Izin
Tindakan : Seksio sesarea, ekstraksi forseps, embryotomi
Lama
Perawatan : Lampiran protokol
Unit
Terkait : 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Neurologi
3. ICU
4. Departemen Anestesi
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
|
0 Response to "PANDUAN PRAKTIK KLINIS OBSTETRI EKLAMSI"
Posting Komentar