PANDUAN PRAKTIK KLINIS OBSTETRI EKLAMSI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI EKLAMSI




PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT
EKLAMSI
1.      Pengertian (Definisi)
Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan, persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaraan (gangguan sistem saraf pusat).
Eclampsia sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai oleh penurunan kesadaran tanpa kejang
2.      Diagnosis
Penderita preeklamsi berat disertai kejang
3.      Anamnesis
  1. Umur kehamilan > 20 minggu
  2. Hipertensi
  3. Kejang
  4. Penurunan kesadaran
  5. Penglihatan kabur
  6. Nyeri kepala hebat
  7. Nyeri ulu hati
4.      Pemeriksaan Fisik
1.      Kesadaran: somnolen sampai koma
2.      Tanda vital: Tekanan darah >160/110 mmHg
3.      Proteinuria (+3)-(+4)
1.      Diagnosa Banding
1.      Epilepsi
2.      Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi          
2.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit, Trombosit, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal.
2.      Pemeriksaan foto rontgen thoraks
3.      Pemeriksaan CT scan bila ada dugaan perdarahan otak.
4.      Punksi lumbal, bila ada indikasi.
5.      Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, asam urat untuk mencari penyebab kejang yang lain.
6.      Pemeriksaan USG, KTG



6.      Terapi
Pengobatan medisinal:
            1.   Infus larutan ringer laktat
            2.   Pemberian obat: MgSO4



Cara pemberian MgSO4 ada dua pilihan:
1.      Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan infusion pump):
·         Dosis awal: 4 gram (10 cc MgSO4 40%) dilarutkan kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama 15-20 menit.
·         Dosis pemeliharaan: 10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam ( 20-30 tetes per menit)
2.   Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :
·         Dosis awal: 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara IV. dengan kecepatan 1 gram/menit.
·         Dosis pemeliharaan:  Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) IM setiap 4 jam. Tambahkan 1cc lidokain 2% pada setiap pemberian IM untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.
·         Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2g MgSO4 40% IV selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 g hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg/bb/IV pelan-pelan

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
1.   Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan IV dalam waktu 3-5 menit.
2.   Refleks patella (+) kuat
3.   Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
4.   Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
      1.   Ada tanda-tanda intoksikasi
      2.   Setelah 24 jam pasca salin
3.   Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah (normotensif).
Perawatan pasien dengan serangan kejang :
·         Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
·         Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
·         Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap.
·         Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup longgar guna menghindari fraktur.
·         Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus), diberikan pengobatan sebagai berikut:
o   Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) IV perlahan-lahan.
o   Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan Benzodiazepin IV setiap 1/2 jam sampai 3 kali berturut-­turut.
o   Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan seterusnya.
o   Apabila setelah pemberian Benzodiazepin IV 3 kali berturut-turut, pasien masih tetap kejang, maka  diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc NaCl 0,9%) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2 hari.
Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :
§  Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya perdarahan otak.
§  Punksi lumbal, bila ada indikasi.
§  Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl, kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang lain.
Perawatan pasien dengan koma :
a.   Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien koma akibat edema otak:
§  Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara: 200 cc (diguyur), 6 jam kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi (diguyur)
§  Total pemberian 500 cc dalam sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
§  Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan 30 tetes/menit selama 5 hari.
§  Dapat juga diberikan Dexamethason IV 4 x 2 ampul (8 mg) sehari, yang kemudian di tappering off
b.   Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai"Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale".
c.   Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan pasien.
d.   Pada koma yang lama, pemberian nutrisi dipertimbangkan dalam bentuk NGT (Naso Gastric Tube).          

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :
a.   edema paru
b.   payah jantung kongestif
c.   edema anasarka


Antihipertensi diberikan bila :
1.   Tekanan darah :
§  Sistolik > 180 mmHg
§  Diastolik > 110 mmHg
2.   Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
§  Nifedipin 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah. Labetalol 10 mg IV. Apabila belum terjadi  penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit berikutnya.
§  Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc IV. perlahan-lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc IV selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc Dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil.

Kardiotonika:
§  Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada tanda-­tanda payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan : Cedilanid-D
§  Perawatan dilakukan bersama dengan Bagian Penyakit Jantung

Lain-lain :
      1.   Obat-obat antipiretik
§  Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 ° C
§  Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
      2.   Antibiotika
§  Diberikan atas indikasi
      3.   Anti nyeri
§  Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali saja.



Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan
a.   Sikap dasar :
§  Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
§  Gejala impending eklamsi, adalah :
a.       Penglihatan kabur 
b.      Nyeri ulu hati 
c.       Nyeri kepala yang hebat

b.   Saat pengakhiran kehamilan :
§  Terminasi kehamilan   impending eklamsi adalah dengan seksio sesarea.
§  Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:
-          Pasien inpartu, kala II.
-          Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang berat.
-          HELLP syndrome
-          Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
-          Kontra indikasi operasi (ASA IV)

Perawatan rumah sakit :     
§  Diperlukan perawatan di ruang rawat intensif, dan ruang   HCU (High Care Unit).         

Penyulit:
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan otak, kematian
Prognosis: Dubia
Informed consent      
§  Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat mengancam jiwa.
Patologi anatomi: Tidak diperlukan 
Otopsi: Dilakukan pada kasus kematian akibat eklamsi
Catatan medik:
§  Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri, pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak lanjut, konsultasi, prognosis

7.      Pengobatan Obstetrik
Sikap terhadap kehamilan
a.       Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Gejala impending eklamsi, adalah :
o   Penglihatan kabur
o   Nyeri ulu hati yang hebat
o   Nyeri kepala yang hebat
b.      Saat pengakhiran kehamilan :
o   Terminasi kehamilan pasien eklamsi dan impending eklamsi adalah dengan seksio sesarea.
o   Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:
-          Pasien inpartu kala II.
-          Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang berat.
-          Sindroma HELLP
-          Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
-          Kontra indikasi operasi (ASA IV)


Sindroma HELLP
Weinstein, 1982, yang mula-mula menggunakan istilah HELLP syndrome untuk kumpulan gejakla hemolysis, Elevated liver enzym dan Low Platelets yang merupakan gejala utama dari sindroma ini.
Diagnosis laboratorium:
·         Hemolisis:
Ø  adanya sel-sel spherocytes, schistocytes, triangular, dan sel Burr pada apus darah perifer
Ø  kadar bilirubin total > 1,2 mg%
·         Kenaikan kadar enzim hati
Ø  kadar SGOT > 70 IU/L
Ø  kadar LDH > 600 IU/L
·         Trombosit < 100 x 103/mm3

Pengelolaaan :
Pada prinsipnya, pengelolaan terdiri dari:
1.      Atasi hipertensi dengan pemberian obat antihipetensi (lihat pengelolaan preeklamsi berat).
2.      Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4.
3.      Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4.      Pemberian transfusi trombosit apabila kadar trombosit <30.000/mm3 untuk mencegah perdarahan spontan.
5.      Terapi konservatif dilakukan apabila umur kehamilan <34 minggu, tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg, diuresis normal (>30cc/jam), kenaikan kadar enzim hati yang tidak disertai nyeri perut kuadran atas kanan atau nyeri ulu hati.
6.      Pemberian kortikosteroid, terutama pada kehamilan 24-34 minggu atau kadar trombosit <100.000 /mm3, diberikan deksametason 10 mg IV 2 x sehari sampai terjadi perbaikan klinis (trombosit > 100.000 /mm3, kadar LDH menurun dan diuresis > 100 cc/jam). Pemberian deksametason dipertahankan sampai pascasalin sebanyak 10 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari, kemudian 5 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari lagi.
7.      Dianjurkan persalinan pervaginam, kecuali bila ditemukan indikasi seperti: serviks yang belum matang (skor Bishop < 6), bayi prematur, atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
8.      Bila akan dilakukan operasi seksio sesarea, kadar trombosit < 50.000/mm3 merupakan indikasi untuk melakukan transfusi trombosit.
9.      Pemasangan drain intraperitoneal dianjurkan untuk mengantisipasi adanya perdarahan intraabdominal. Bila ditemukan cairan asites yang berlebihan, perawatan pascabedah di ICU merupakan indikasi untuk mencegah komplikasi gagal jantung kongestif dan sindroma distres pernafasan.
Penyulit                            : Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan otak.
Konsultasi                        : Disiplin ilmu terkait (UPF Ilmu Penyakit Dalam, ICU, UPF Syaraf, UPF Mata)
Perawatan Rumah Sakit   :      Lampiran protokol
Terapi                               :      Lampiran protocol
Izin Tindakan                   :      Seksio sesarea, ekstraksi forseps, embryotomi
Lama Perawatan               :      Lampiran protokol
Unit Terkait                      : 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
                 2. Neurologi
                 3. ICU
                 4. Departemen Anestesi
                 5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PANDUAN PRAKTIK KLINIS OBSTETRI EKLAMSI"

Posting Komentar