PEDOMAN PELAYANAN KOMITE MUTU RUMAH SAKIT (PART II)

PEDOMAN PELAYANAN KOMITE MUTU RUMAH SAKIT

(PART II)
LANJUTAN LAMPIRAN

F. Pencatatan Dan Pelaporan Indikator Mutu
Pencatatan adalah catatan pada sensus harian unit rumah sakit tentang pelaksanaan
indikator mutu utama pada unit terkait.
Pelaporan berisi laporan hasil pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait. Pelaporan
dari unit ke Komite Mutu setiap 1 (satu) bulan, pelaporan dari komite ke direksi setiap 3
(tiga) bulan, dan pelaporan dari direksi ke yayasan setiap 1 (satu) tahun.


G. Formulir Yang Disediakan Ada 3 (Tiga) Macam
1. Formulir sensus harian, disebut form A (warna kuning)
2. Formulir laporan bulanan , disebut formr B (warna pink)
3. Formulir rekapitulasi dari unit kepada komite mutu, disebut form C (warna merah)
4. Formulir rekapitulasi di komite mutu, disebut form D (warna ungu)
5. Formulir pemantauan indikator mutu, disebut form E (warna hijau)

H. Petunjuk Pengisian
1. Sensus Harian Indikator Rumah Sakit (format sederhana unit terkait) dibagikan pada
semua institusi yang terkait seperti: ruang rawat inap, IGD, catatan medik/ unit
rekam medik atau unit lain.
2. Penanggungjawab pengisian format sensus harian adalah Manajer/ Kepala Bagian/
Kasi/ Kepala Instalasi/ Penanggung jawab unit terkait (laporan dibuat setiap bulan
selambat-lambatnya tanggal 8 bulan berikutnya)
3. Formulir laporan bulanan (form B) rumah sakit diisi oleh Manajer/ Kepala Bagian/
Kasi/ Kepala Instalasi/ Penanggung jawab unit terkait berdasarkan pada data-data
yang ada pada form A. Formulir ini harus sudah diserahkan selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya pada Komite Mutu.
4. Pengisian laporan formulir C dari tiap-tiap unit dilakukan rekapitulasi indikator mutu
berdasarkan hasil data pengisian dari formulir B, dilaporkan kepada Komite Mutu
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
5. Formulir B dan Formulir C dari unit yang telah diisi lengkap dilaporkan kepada
Komite Mutu pada tanggal 10 bulan berikutnya, dan akan direkapitulasi hasil
indikator mutu utama/unit oleh Komite Mutu ke dalam Formulir C yang sudah
disediakan.
6. Hasil analisa rekapitulasi (selesai di Komite Mutu sampai tanggal 15) dari indikator
mutu pelayanan rumah sakit oleh Komite Mutu harus dilaporkan pada Direktur
selambat-lambatnya tanggal 18 bulan berikutnya


I. Populasi dan Sample
Aspek sampling dalam pengukuran indikator mutu rumah sakit adalah:
1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:90)


2. Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang
penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang
menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis
kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah
kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka
sampelnya lebih bermanfaat.


3. Menentukan jumlah sample
a. Ukuran populasi diatas 1000, maka sample = 10 %
b. Ukuran populasi ≥ 100, sampelnya paling sedikit 30%
c. Ukuran populasi <100, sampelnya harus 100%.


J. Sosialisasi Indikator Mutu Ke Unit Terkait.n
Indikator mutu terpilih yang telah disetujui oleh direksi dan disepakati bersama
disosialisasik kepada unit terkait, agar unit tersebut dapat melakukan tindak lanjut.
Sosialisasi indikator mutu antara lain dilaksanakan di website, media informasi, majalah
dinding (mading) dan sosialisasi baik tertulis maupun lisan.

K. Uji Coba / Trial Indikator Mutu
Uji coba indikator mutu terpilih pada unit terkait dalam waktu 1 (satu) bulan atau dalam
waktu yang telah ditentukan.

L. REVISI DAN MENYEPAKATI BERSAMA
Revisi dari hasil uji coba indikator mutu terpilih dari unit terkait.

M. IMPLEMENTASI INDIKATOR MUTU
Penerapan indikator mutu pada unit terkait untuk dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.

N. VALIDASI INDIKATOR MUTU
Hasil pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait dilakukan pembuktian dengan cara
yang sesuai bahwa setiap prosedur, kegiatan atau mekanisme yang digunakan dalam
prosedur dan pengawasan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan /sesuai target
(minimal sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit SPM RS). Apakah data
atau informasi yang disajikan sudah sesuai dengan keadaan senyatanya.
Jumlah sample validasi yang digunakan:
1. Populasi ≥180, diambil sample minimal 5% atau maksimum 50 sample validasi.
2. Populasi ≤180, diambil sample minimal 9 atau jika hanya ada 9 sample, maka 100%
dijadikan sample validasi.


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses validasi indikator mutu:
1. Pencapaian sasaran mutu dilaksanakan validasi dan analisa data oleh petugas
yang berkompeten dengan dukungan teknologi.
2. Indikator sasaran mutu dilakukan validasi data baik internal maupun eksternal
3. Validasi data dilakukan saat:
a. Implementasi pengukuran proses baru
b. Publikasi data
c. Terjadi perubahan proses yang sudah berjalan
d. Terjadi perubahan hasil pengukuran dengan sebab yang tidak diketahui
e. Sumber dan subyek pengumpulan data berubah
4. Komite Mutu melakukan perbandingan data asli dengan hasil data yang diambil
oleh orang kedua.
5. Hasil sample data yang dilakukan oleh orang pertama dan kedua bisa terjadi
kesamaan atau perbedaan secara signifikan.
6. Hasil data yang mengalami perbedaan secara signifikan atau ada perbedaan
akurasi cukup jauh, maka bisa melakukan pengukuran data ulang dengan rumus
akurasi sebagai berikut:
jumlah temuan yang berbeda dibagi total sampel yang ada dikalikan 100%.
7. Data baik jika hasil ketidakakurasian data tidak melebihi dari 10 %
8. Data hasil ketidakakurasian ≥ 10 %, maka dilakukan corrective action, kemudian
diimplementasikan kepada unit terkait. Setelah corrective action
diimplementasikan, lakukan proses pengumpulan data lagi sampai akurasi data
mencapai >90%.
9. Data dari sasaran mutu baru setelah corrective action, dilakukan pengukuran
frekuensi analisa data oleh unit.
10. Penentuan frekuensi analisa data sasaran mutu corrective action sesuai dengan
kebutuhan dan urgensi dari proses pengumpulan data tersebut yang ditentukan
oleh Direktur.
11. Tampilan data hasil analisa setelah corrective action dengan menggunakan data
statistic deskriptif pada tinjauan manajerial/ rapat pimpinan.
12. Komite Mutu melaporkan hasil analisa data corrective action kepada Direktur
Rumah Sakit untuk mendapatkan legalitas sesuai dengan tujuan validasi data
terutama untuk kepentingan publikasi pimpinan rumah sakit memastikan
reliabilitas data.


O. Pencatatan Dan Pelaporan Indikator Mutu
Pencatatan adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan indikator
mutu unit dan melaporkan data tersebut kepada Direktur berupa laporan lengkap
pelaksanaan indikator mutu dengan menggunakan format yang ditetapkan.
Pelaporan berisi laporan hasil pelaksanaan indikator mutu pada unit terkait.
1. Pelaporan dari unit ke komite mutu setiap 1 (satu) bulan
2. Pelaporan dari komite ke direksi setiap 3 (tiga) bulan
3. Pelaporan dari direksi ke yayasan setiap 1 (satu) tahun

P. Analisa Data Indikator Mutu
Analisa data secara diskriptif (meliputi tampilan dan kesesuaian hasil sesuai target).
Instrumen atau data yang diorganisir, diklasifikasi sampai pengambilan keputusan yang
digunakan dalam setiap langkah untuk mengukur hasil akhir.

Q. Rapat Pimpinan Indikator Mutu Baik Insidentil, Bulanan Atau Tri Bulanan
Rapat Tinjauan Manajemen/ rapat pimpinan baik insidentil maupun rutin adalah
kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh pimpinan unit yang berkaitan dengan indikator
mutu pada unit tersebut dan kegiatan komite mutu bersama dengan direksi dalam
membahas, mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut mengenai indikator mutu,
dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan dan 3 (tiga) bulan.

R. Benchmarking Internal / Eksternal
Bencmarking = uji standar mutu= menguji atau mambandingkan standar mutu yang
telah ditetapkan terhadap standar mutu pihak lain. Dengan melakukan atau melalui
bencmarking, rumah sakit dapat mengetahui seberapa jauh mereka dibandingkan
dengan yang terbaik dari sejenisnya.
Benchmarking adalah proses yang sistematis dan berdasarkan data untuk peningkatan
berkesinambungan yang melibatkan perbandingan dengan pihak internal dan atau
eksternal untuk mengidentifikasi, mencapai, dan mempertahankan best practice
dengan cara membandingkan hasil data:
1. di dalam RS/trend
2. dengan RS lain
3. dengan standar
4. dengan Best practice

Ada 2 (dua) jenis benchmarking yaitu benchmarking internal dan eksternal.
1) Internal benchmarking adalah membandingkan proses yang sama pada area yang
berbeda dalam satu organisasi, dalam periode tertentu.
Syarat dilakukannya internal benchmarking pada unit kerja di RS adalah:
a. Indikator sasaran mutunya sama
b. Unitnya setipe pada RS
c. Jenis layanan setipe
d. Periode frekuensi pengukuran data sama

2) Eksternal Benchmarking adalah membandingkan performa, target atau proses
dengan antara satu atau lebih organisasi.
Penentuan Partner Benchmarking:
a. Jenis rumah sakit sesuai tipe minimal Rumah Sakit tipe B
b. Tipe organisasi rumah sakit sama, di bawah naungan yayasan
c. Hubungan kompetitif
d. Jenis pasien yang dilayani
e. Ukuran organisasi
f. Lokasi geografis
Jika benchmarking hasil gap analisis positif ataupun negatif dan perbedaannya
sangat bermakna, yaitu gap melebihi 10% maka dilakukan Root Cause Analysis (RCA)
untuk menetapkan prioritas mana yang akan dilakukan perbaikan dengan tetap
memperhatikan siklus PDCA.
Jika hasil lebih jelek dari standar, dilakukan langkah sesuai siklus PDCA yaitu:
Plan : plan lagi sesuatu yang baru, redesign lagi sesuatu yang baru
Do : lakukan trial selama 3 (tiga) bulan
Check : cek/diukur penggunaannya selama 3 (tiga) bulan
Selama proses kerja baru wajib membuat sasaran mutu atas proses
kerja baru tersebut, untuk menentukan bagus atau tidak.
Action : action apabila ada yang perlu dibenahi kembali SPO sasaran mutu
tersebut

S. Publikasi Data Indikator Mutu Atara Lain Website, Media Informasi, Mading Dan
Sosialisasi Baik Tertulis Maupun Lisan
Hasil pencapaian indikator mutu dilakukan sosialisasi kepada unit terkait. Agar unit
terkait data melakukan tindak lanjut atas angka capaian indikator mutu yang telah
didapat.

T. Pemantauan (Monitoring Dan Evaluasi) Dan Tindak Lanjut Indikator Mutu
Monitoring indikator mutu adalah proses analisis, penilaian dan pengumpulan
informasi secara sistematis serta kontinyu terhadap indikator mutu sehingga dapat
mengidentifikasi persoalan, dapat mengetahui yang dikerjakan telah berhasil atau
belum (Lienert, 2002) dan dijadikan koreksi untuk penyempurnaan indikator mutu
selanjutnya. Hasil pengukuran lebih tinggi/lebih rendah dari target diterima
dikomunikasikan upaya perbaikan (Pancheon, 2008).


Dalam program menjaga mutu, pelaksanaan kegiatan ini tercakup dalam suatu siklus
kegiatan tertentu yang dikenal dengan nama siklus PDSA ( Plan, Do, Study, Action).
PDSA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyusunan rencana kerja,
pelaksanaan rencana kerja, pemeriksaan pelaksanaan rencana kerja, serta perbaikan
yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan kebidanan yang diselenggarakan.


Proses pelaksanaan monitoring dan evaluasi dalam peningkatan mutu dan keselamatan
pasien menggunakan 5 (lima) siklus yaitu:

1. Design
Tahap dalam siklus layanan dan sebuah elemen yang penting didalam suatu
perubahan dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien, peran design
dalam proses perubahan dapat dijelaskan sebagai perancangan dari fungsi proses
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RS,

2. Meassure
Untuk menilai dari suatu design yang telah dibuat dilakukan proses meassure yaitu
pengukuran terhadap proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dapat
menentukan kinerja sekarang dan sebelum mengalami perubahan dalam
pelaksanaan penilaian tersebut menggunakan internal database.

3. Assess
Data dari unit yang telah dimasukkan dalam internal database kemudian dilakukan
analisa terhadap data tersebut dengan menyesuaikan dengan SOP dan informasi
yang ditampilkan, untuk dilakukan validasi dari data yang diinput apakah sudah
sesuai dengan SPO yang ada. Sehingga dapat dilakukan perbandingan pada informasi
yang muncul dan dapat diambil keputusan untuk perbaikan pada prioritas.

4. Improvement
Dari data yang telah dikumpulkan dilakukan perbaikan inovasi yang dapat
memunculkan trobosan baru dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien
sehingga dapat diputuskan proses perbaikan selanjutnya.

5. Redesign
Perbaikkan dari keseluruhan proses yang ada dalam siklus monitoring dan evaluasi
harus bersifat mencakup pada semua aspek yang berkaitan dengan proses PMKP.


U. Pelaporan Ke Direksi
Pelaporan hasil pelaksanaan indikator mutu di unit terkait yang telah direkapitulasi oleh
kepala ruang kepada komite mutu dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan sekali. Dari
laporan tiap unit, hasil pelaksanaan indikator mutu dilakukan validasi oleh komite mutu
untuk kemudian dilaporkan kepada direksi setiap 3 (tiga) bulan sekali. Setiap tahun
dilakukan pelaporan hasil akhir pencapaian peningkatan mutu rumah sakit


Manajemen Tata Kelola Mutu

Adalah kombinasi proses dan struktur yang diterapkan oleh Komite Mutu untuk
menginformasikan, mengarahkan, mengelola, dan memantau kegiatan PMKP dalam rangka
pencapaian tujuan. Terdiri atas kebijakan/panduan/pedoman/SPO tentang mutu, berupa
sosialisasi, implementasi, monitoring dan evaluasi.

1. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu.
Tanggung jawab pengelola dan akuntabilitasnya digambarkan didalam peraturan
internal (bylaws), kebijakan, prosedur atau dokumen serupa yang menjadi pedoman
bagaimana tanggung jawab dan akuntabilitas dilaksanakan.

a. Maksud dan Tujuan Tata Kelola Pengelolaan mutu
Pada sebuah unit organisasi rumah sakit, pemilik (yang bisa satu orang atau lebih),
atau sebuah kelompok dari individu-individu yang dikenal (misalnya board dari
governing body) dapat dipercaya untuk mengawasi cara bekerja organisasi rumah
sakit dan bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang
bermutu bagi masyarakatnya atau bagi penduduk yang membutuhkan pelayanan.
Tanggung jawab dan akuntabilitas dalam unit organisasi tersebut diuraikan dalam
sebuah dokumen yang menjelaskan bagaimana hal-hal tersebut akan dilaksanakan.
Juga diuraikan bagaimana unit yang memerintah/berkuasa dan kinerja para
manajer organisasi rumah sakit dievaluasi berdasarkan kriteria spesifik yang berlaku
di organisasi ini.
Tata kelola rumah sakit dan struktur manajemen tercantum atau tergambar dalam
sebuah bagan rumah sakit atau dokumen lain yang menunjukkan adanya garis
kewenangan dan akuntabilitasnya. Dalam bagan rumah sakit ditetapkan nama
orang atau jabatannya.


b. Elemen Penilaian Tata Kelola Pengelolaan Mutu.
1) Struktur organisasi dan tata kelola (SOTK) diuraikan tertulis dalam dokumen
dan mereka yang bertanggung jawab untuk memimpin dan mengelola di
identifikasi dengan jabatan atau nama
2) Tata kelola, tanggung jawab dan akuntabilitasnya dimuat dalam dokumen.
3) Dokumen menjelaskan bagaimana kinerja yang memimpin dan para manajer
dievaluasi dengan kriteria tertentu.
4) Ada dokumentasi penilaian kinerja dari unit pimpinan setiap tahun.

c. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyampaikan kepada masyarakat
secara terbuka misi organisasi yang disetujuinya.


d. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui kebijakan dan rencana
untuk menjalankan organisasi.

e. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menyetujui anggaran belanja dan
alokasi sumber daya lain yang dibutuhkan untuk mencapai misi organisasi.

f. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu
Mereka yang bertanggung jawab memimpin, menetapkan para manajer senior atau
direktur.

g. Standar Tata Kelola Pengelolaan Mutu
Mereka yang bertanggung jawab untuk mempimpin, menyetujui program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan secara teratur menerima serta
menindaklanjuti laporan tentang program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.


2. Pelaksanaan Rencana Kegiatan Anggaran Komite Mutu
Adalah pelaksanaan anggaran kegiatan komite mutu pada tahun 2014 yang telah
diusulkan oleh Komite Mutu dan disetujui oleh Direksi untuk direalisasikan pada tahun
2014.

3. Panduan Praktiek Klinis (PPK) dan Clinical Pathway
Panduan Praktek Klinik (PPK)
PNPK dibuat berdasarkan pada evidence mutakhir, sehingga bersifat ”ideal” dan tidak
selalu dapat diterapkan dalam praktik di semua tingkat pelayanan. Sesuai dengan asas
umum bahwa tidak ada panduan pelayanan yang dapat dilakukan untuk semua tingkat
fasilitas, maka PNPK harus diterjemahkan sesuai dengan kondisi dan fasilitas setempat
menjadi Panduan Praktik Klinis (PPK). Clinical pathway (CP, alur klinis) memiliki banyak
sinonim, yakni care pathway, care map, integrated care pathways, multidisciplinary
pathways of care, pathways of care, collaborative care pathways.



CP dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada kondisi klinis
tertentu. CP memberikan rencana tata laksana hari demi hari dengan standar pelayanan
yang dianggap sesuai. Pelayanan dalam CP bersifat multidisiplin sehingga semua pihak
yang terlibat dalam pelayanan (dokter/dokter gigi, perawat, fisioterapist, dll) dapat
menggunakan format yang sama. Kelebihan format ini adalah perkembangan pasien
dapat dimonitor setiap hari, baik intervensi maupun outcome-nya, terdiri atas kegiatan
koordinasi dan monitoring hasil kegiatan PPK dan clinichal pathway bersama Komite
Medik, Manajer Pelayanan Medik/Direksi atau tim yang ditunjuk.


1. Tujuan PPK mencakup:
a. Meningatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu
b. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya
c. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal
d. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil
e. Memberikan tata laksana dengan biaya yang memadai


2. Penyusunan PPK
Untuk kebanyakan penyakit atau kondisi kesehatan yang tidak memenuhi syarat
untuk dibuat PNPK, atau yang PNPK-nya belum ada, maka para staf medis di rumah
sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat PPK dengan memperhatikan
sumber daya yang tersedia dan dengan:
a. mengacu pada pustaka mutakhir, termasuk PNPK dari negara lain
b. kesepakatan para staf medis
Di rumah sakit umum PPK harus dibuat untuk penyakit-penyakit terbanyak untuk
setiap departemen, sedangkan untuk rumah sakit tipe A dan tipe B yang memiliki
pelayanan subdisiplin harus dibuat PPK untuk penyakit-penyakit terbanyak sesuai
dengan subdisiplin masing-masing. Pembuatan PPK dikoordinasi oleh Komite Medis
setempat dan berlaku setelah disahkan oleh Direksi.


3. Perangkat Untuk Pelaksanaan PPK
Dalam PPK mungkin terdapat hal-hal yang memerlukan rincian langkah demi
langkah. Untuk ini, sesuai dengan karakteristik permasalahan serta kebutuhan, dapat
dibuat clinical pathway (alur klinis), algoritme, protokol, prosedur, maupun standing
order.
Contoh:
a. Dalam PPK disebutkan bahwa tata laksana stroke non-hemoragik harus
dilakukan secara multidisiplin dan dengan pemeriksaan serta intervensi dengan
urutan tertentu. Karakteristik penyakit stroke non-hemoragik sesuai untuk
dibuat alur klinis (clinical pathway); sehingga perlu dibuat CP untuk stroke nonhemoragik.

b. Dalam PPK disebutkan bahwa pada pasien gagal ginjal kronik perlu dilakukan
hemodialisis. Uraian rinci tentang hemodialisis dimuat dalam protokol
hemodialisis pada dokumen terpisah.

c. Dalam PPK disebutkan bahwa pada anak dengan kejang demam kompleks perlu
dilakukan pungsi lumbal. Uraian pelaksanaan pungsi lumbal tidak dimuat dalam
PPK melainkan dalam prosedur pungsi lumbal dalam dokumen terpisah.

d. Dalam tata laksana kejang demam diperlukan pemberian diazepam rektal
dengan dosis tertentu yang harus diberikan oleh perawat bila dokter tidak ada;
ini diatur dalam “standing order”.


4. Penerapan PPK
Panduan Praktik Klinis (termasuk ”turunan-turunannya” yaitu clinical pathway,
algoritme, protokol, prosedur, standing orders) merupakan panduan yang harus
diterapkan sesuai dengan keadaan pasien. Oleh karenanya dikatakan bahwa semua
PPK bersifat rekomendasi atau advis. Apa yang tertulis dalam PPK tidak harus
diterapkan pada semua pasien tanpa kecuali.
Berikut alasan mengapa PPK harus diterapkan dengan memperhatikan kondisi pasien
secara individual.
a. PPK dibuat untuk ’average patients’.
b. PPK dibuat untuk penyakit atau kondisi kesehatan tunggal.
c. Respon pasien terhadap prosedur diagnostik dan terapeutik sangat bervariasi.
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak.
e. Praktik kedokteran modern mengharuskan kita mengakomodasi apa yang
dikehendaki oleh keluarga dan pasien.
Orang yang paling berwenang menilai secara komprehensif keadaan pasien adalah
dokter yang bertugas merawat. Dialah yang akhirnya menentukan untuk
memberikan atau tidak memberikan obat atau prosedur sesuai dengan PPK. Dalam
hal ia tidak melaksanakan apa yang ada dalam PPK, maka ia harus menuliskan
alasannya dengan jelas dalam rekam medis, dan ia harus siap untuk
mempertanggungjawabkannya. Bila ini tidak dilakukan maka dokter tersebut
dianggap lalai melakukan kewajibannya kepada pasien.


5. Revisi PPK
PPK merupakan panduan terkini untuk tata laksana pasien, karenanya harus selalu
mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran. Untuk itu PPK secara periodik
perlu dilakukan revisi, biasanya setiap 2 (dua) tahun. Idealnya meskipun tidak ada
perbaikan dalam sebagian besar PPK yang ada, peninjauan tetap harus dilakukan
setiap 2 (dua) tahun. Masukan untuk revisi diperoleh dari PNPK yang baru (bila ada),
pustaka mutakhir, serta pemantauan rutin apakah PPK selama ini dapat dan sudah
dikerjakan dengan baik. Proses formal audit klinis dapat merupakan sumber yang
berharga untuk revisi PPK, namun bila audit klinis belum dilaksanakan, pemantauan
rutin merupakan sumber yang penting pula.


Clinical Pathway (CP)
Clinical pathway (CP, alur klinis) memiliki banyak sinonim, yakni care pathway, care
map,integrated care pathways, multidisciplinary pathways of care, pathways of care,
collaborative care pathways. CP dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus
dilakukan pada kondisi klinis tertentu. CP memberikan rencana tata laksana hari demi
hari dengan standar pelayanan yang dianggap sesuai. Pelayanan dalam CP bersifat
multidisiplin sehingga semua pihak yang terlibat dalam pelayanan (dokter/dokter gigi,
perawat, fisioterapist, dll) dapat menggunakan format yang sama.
Kelebihan format ini adalah perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari, baik
intervensi maupun outcome-nya. Oleh karenanya CP paling layak dibuat untuk penyakit
atau kondisi klinis yang bersifat multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi
(pada setidaknya 70% kasus). Bila dalam perjalanan klinis ditemukan hal-hal yang
menyimpang, ini harus dicatat sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut.
Perjalanan klinis dan outcome penyakit yang dibuat dalam CP dapat tidak sesuai dengan
harapan karena:
a. memang sifat penyakit pada individu tertentu,
b. terapi tidak diberikan sesuai dengan ketentuan,
c. pasien tidak mentoleransi obat, atau
d. terdapat ko-morbiditas.

Apa pun yang terjadi harus dilakukan evaluasi dan dokter memberikan intervensi sesuai
dengan keadaan pasien. Pada umumnya di suatu rumah sakit umum hanya 30 persen
pasien yang dirawat dengan menggunakan CP. Selebihnya pasien dirawat dengan
prosedur biasa (usual care). CP hanya efektif dan efisien apabila dilaksanakan untuk
penyakit atau kondisi kesehatan yang perjalanannya predictable, khususnya bila
memerlukan perawatan multidisiplin.
Ide pembuatan CP adalah membuat standardisasi pemeriksaan dan perawatan pasien
yang memililiki pola tertentu. Bila perjalanan klinis suatu penyakit sangat bervariasi,
tentu sulit untuk membuat ‘standar’ pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan hari
demi hari. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk membuat CP bagi
penyakit apa pun, namun dengan catatan:
a. ditetapkan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas,
b. bila pasien sudah dirawat dengan CP namun ternyata mengalami komplikasi atau
terdapat ko-morbiditas tertentu, maka pasien tersebut harus dikeluarkan dari CP
dan dirawat dengan perawatan biasa.


Format CP Untuk Pemberi Jasa Dan Pasien
CP adalah dokumen tertulis. Terdapat pelbagai jenis format CP yang tergantung pada
jenis penyakit atau masalah serta kesepakatan para profesional. Namun pada umumnya
format CP berupa tabel yang kolomnya merupakan waktu (hari, jam), sedangkan
barisnya merupakan obervasi / pemeriksaan / tindakan / intervensi yang diperlukan.
Format CP dapat amat rumit dan rinci (misalnya pemberian obat setiap 6 jam dengan
dosis tertentu; bila ini melibatkan banyak obat maka menjadi amat rumit). Ruang yang
tersedia untuk mencatat hal-hal yang diperlukan juga dapat amat terbatas, lebih-lebih
format yang sama diisi oleh semua profesi yang terlbat dalam perawatan, karena sifat
multidisiplin CP.
CP yang baik juga seyogianya dilengkapi dengan format untuk pasien dan keluarga,
sehingga pihak pasien dan keluarga dapat melakukan kontrol terhadap apa yang
seharusnya diperoleh dan apa yang tidak. Versi untuk pasien ini mencakup:
a. Penyakit atau keadaan yang dihadapi
b. Dokter dan petugas lain yang terlibat dalam pelayanan
c. Perawatan yang seharusnya diperoleh dan kapan harus diperoleh
d. Rencana lama perawatan
e. Rencana pemulangan pasien (kriteria, apa yang harus dilakukan di rumah)


Algoritme
Algoritme merupakan format tertulis berupa flowchart dari pohon pengambilan
keputusan. Dengan format ini dapat dilihat secara cepat apa yang harus dilakukan pada
situasi tertentu. Algoritme merupakan panduan yang efektif dalam beberapa keadaan
klinis tertentu misalnya di ruang gawat darurat atau instalasi gawat darurat. Bila staf
dihadapkan pada situasi yang darurat, dengan menggunakan algoritme ia dapat
melakukan tindakan yang cepat untuk memberikan pertolongan.

Protokol
Protokol merupakan panduan tata laksana untuk kondisi atau situasi tertentu. Misalnya
dalam PPK disebutkan bila pasien mengalami atau terancam mengalami gagal napas
dengan kriteria tertentu perlu dilakukan pemasangan ventilasi mekanik. Untuk ini
diperlukan panduan berupa protokol, bagaimana melakukan pemasangan ventilasi
mekanik, dari pemasangan endotracheal tube, mengatur konsetrasi oksigen, kecepatan
pernapasan, bagaimana pemantauan, apa yang harus diperhatikan, pemeriksaan
berkala apa yang harus dilakukan, dan seterusnya. Dalam protokol harus termasuk
siapa yang dapat melaksanakan, komplikasi yang mungkin timbul dan cara pencegahan
atau mengatasinya, kapan suatu intervensi harus dihentikan, dan seterusnya.


Prosedur
Prosedur merupakan uraian langkah-demi-langkah untuk melaksanakan tugas teknis
tertentu. Prosedur dapat dilakukan oleh perawat (misalnya cara memotong dan
mengikat talipusat bayi baru lahir, merawat luka, suctioning, pemasangan pipa
nasogastrik), atau oleh dokter (misalnya pungsi lumbal atau biopsi sumsum tulang).

Standing orders
Standing orders adalah suatu set instruksi dokter kepada perawat atau profesional
kesehatan lain untuk melaksanakan tugas pada saat dokter tidak ada di tempat.
Standing orders dapat diberikan oleh dokter pada pasien tertentu, atau secara
umum dengan persetujuan komite medis. Contoh: perawatan pascabedah tertentu,
pemberian antipiretik untuk demam, pemberian anti kejang per rektal untuk pasien
kejang, defibrilasi untuk aritmia tertentu.


A. Monitoring Dan Evaluasi Penerapan/ Hasil Kegiatan 7 (Tujuh) Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit terdiri atas :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
adalah cara melaksanakan kegiatan dengan asesmen budaya keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf anda
Adalah cara melaksanakan kegiatan implementasi clinical risk dengan langkah :
a. Pernyataan/ deklarasi tentang gerakan moral ”patient safety”
b. Ronde/visite pasien keselamatan pasien terdiri dari :
1) direksi
2) satu/dua orang perawat
3) Tim KPRS
4) fokus pada masalah keselamatan pasien
c. Tetapkan pimpinan operasional untuk patient safety
1) Komite keselamatan pasien.
d. Tunjuk para penggerak patient safety ditiap unit pelayanan berupa champion
link safety
e. Lakukan brifing (sebelum melakukan pekerjaan) dan debrifing (setelah
melakukan pekerjaan) tim.
f. Ciptakan suasana kerja yang kondusif
Suatu lingkungan dengan keharusan untuk melaporkan insiden keselamatan
pasien tanpa takut dihukum menghilangkan budaya blaming culture.
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan cara membuat assesment tool dengan
langkah :

a. Risk matrix gading
Adalah adalah suatu metode analisis kualitatif untuk menentukan derajat risiko
suatu insiden berdasarkan Dampak dan Probabilitasnya.
1) Dampak (Consequence)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat
yang dialami pasien mulai dari tidak ada cidera sampai meninggal.
2) Probabilitas/ Frekuensi/ Likelihood
Penilaian Probabilitas/ Frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi.
3) Band Resiko
Band Risiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam empat warna
yaitu Biru, Hijau, Kuning dan Merah “Bands“ akan menentukan
investigasi yang akan dilakukan.

b. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar
Langkah-langkah RCA :
1) Identifikasi insiden
2) Pembentukan tim
3) Pengumpulan data
4) Pemetaan data
5) Identifikasi masalah
6) Analisis informasi
7) Rekomendasi dan solusi

c. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Langkah-langkah pembuatan FMEA
1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2) Membuat diagram proses.
3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan dampaknya.
4) Memprioritaskan modus kegagalan.
5) Identifikasi akar masalah.
6) Redesain proses.
7) Analisis dan uji prose baru.
8) Implementasi dan monitor perbaikan proses.

d. Kembangkan sistem pelaporan
Cara melaksanakan dengan :
1) Pelaporan insiden rumah sakit (internal) : KPC, KTC, KTD, Sentinel dan
KNC. Maksimal 2x24 jam ke Komite KPRS pada kejadian insiden baik
pasien pengunjung, keluarga maupun karyawan yang terjadi dirumah
sakit dengan pelaporan insiden internal secara tertulis.
2) Pelaporan insiden eksternal rumah sakit

e. Libatkan dan komunikasi dengan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan mengembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien misal:
1) Melibatkan pasien dan masyarakat dalam mengembangkan pelayanan
yang lebih aman, dengan cara informasi hak dan kewajiban pasien dan
rumah sakit.
2) Melibatkan pasien dalam proses perawatan dan pengobatan dirinya
sendiri.
i. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pasien sangat ingin
dilibatkan sebagai mitra dalam proses pengobatan dirinya sendiri
(brosur)
ii. Kemitraan ini berarti petugas kesehatan perlu melibatkan pasien
dalam :
⇒ Menentukan diagnosa yang tepat
⇒ Memutuskan pengobatan yang benar.
⇒ Mendiskusikan risiko
⇒ Memastikan obat diberikan dengan benar dan monitor, dengan
5 tip utama yaitu :
– Berbagilah pertanyaan atau kepedulian tentang obatobatan
yang anda peroleh dan tanyakan tentang pilihan
lain.
– Ceritakan kepada profesi kesehatan tentang obat-obatan
yang sedang anda gunakan.
– Ceritakan apabila anda menganggap obat-obatan tersebut
tidak efektif atau menimbulkan efek samping.
– Tanyakan apabila anda tidak yakin bagaimana cara
menggunakan obat tersebut atau untuk berapa lama.
– Tanyakan apabila anda memerlukan bantuan untuk
memperoleh obat tersebuit secara reguler.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PEDOMAN PELAYANAN KOMITE MUTU RUMAH SAKIT (PART II)"

Posting Komentar