PEDOMAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (KPPI)

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 97/PER /I/2014
TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (KPPI)
RUMAH SAKIT

DIREKTUR RUMAH SAKIT



MENIMBANG


:


a. Bahwa Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting karena merupakan gambaran mutu pelayanan rumah sakit



b.    bahwa Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan, pelatihan, pengawasan, serta monitoring dan evaluasi.

c.     bahwa sebagaimana huruf (a) dan (b) diatas, untuk memberikan acuan dalam pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi, perlu ditetapkan Pedoman Pelayanan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit .





MENGINGAT                               : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

2.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1014/MENKES/PER/XI/2008, Tentang Standar Pelayanan Radioloogi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan.

3.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1045/MENKES/PER/XI/2006, Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan Departemen Kesehatan

4.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Skit.

5.      Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 382/Menkes/SK/III/2008 Tentang Pedoman Pencegahan dan

2


Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan

Lainnya

6.  Surat         Keputusan        Menteri        Kesehatan       RI        nomor

270/Menkes/SK/III/2007      Tentang       Pedoman      Manajerial

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan

Fasilitas Kesehatan Lainnya.

M E M U T U S K A N :



MENETAPKAN


:



KESATU


:


Pedoman Pelayanan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.



KEDUA


:



Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan akan dilakukan evaluasi setiap tahunnya



KETIGA


:



Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya






Ditetapkan di
: Semarang


Tanggal
: 12 Rabiul Awwal 1435.H







14 Januari
2014.M

RUMAH SAKIT






Direktur Utama




TEMBUSAN Yth :

1.      KPPI RS

2.      Arsip






3


LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR    : 97/PER/ /I/2014

TANGGAL : 14 JANUARI 2014




BAB I

PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sangat penting untuk dilaksanakan di Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pesien, petugas Rumah Sakit, pengunjung dan keluarganya pesien dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas atau berkunjung di Rumah Sakit.

Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di lain pihak rumah sakit dihadapi tantangan yang semakin besar. Rumah Sakit dituntut agar dapat memberikan pelayan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat, khususnya bagi jaminan keselamatan pasien.

Untuk hal tersebut Rumah Sakit perlu ditingkatkan pelayanan khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Bukan saja untuk para petugas tetapi juga pasien, keluarga pasien dan lingkungan Rumah Sakit.

Dengan demikian pelayanan kesehatan di Rumah Sakit akan menjadi lebih profesional, akuntabel dan transparan menuju pelayanan kesehatan yang prima. Dan diharapkan dapat mengenal cara penularan infeksi yang ditemui petugas sehingga petugas dapt mencegah dan mengendalikan infeksi dengan baik.

B.  Tujuan Pedoman

Adapun tujuan dari Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit adalah :

1.   Dapat digunakan dalam rangka meningkatkan layanan Rumah Sakit, meliputi kualitas pelayanan, manajemen resiko, serta kesehatan dan keselamatan kerja.

4


2.   Menjadi pedoman dalam pelayanan Pencegahan dan Pengendalian di Rumah Sakit agar sesuai dengan prosedur dengan sumber daya terbatas dapat menerapkannya sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari penuran penyakit yang mungkin timbul.


C.      Ruang Lingkup Pelayanan

Pedoman ini memberi panduan bagi petugas di Rumah Sakit dan fasilitas lainnya dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap semua pasien, pengunjung, petugas dan keluarga pasien.

D.     Batasan Operasional

1.      Beberapa Batasan / Definisi

a)      Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai Carrier.

b)     Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.

c)      Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik

d)     Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.

e)     Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar),yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor),pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.

f)       Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) : sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi)

5


yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe(sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi disebut “Sepsis”.

g)      Healthcare-associated infections” (HAIs) : An infection occurring in a patient during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was not present or incubating at the time of admission. This includes infections acquired in the hospital but appearing after discharge, and also occupational infections among staff of the facility. ( PERDALIN 2008 )


2.      Rantai Penularan

Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah:

a)      Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”).

b)     Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.

c)      Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.

6



E.      Landasan Hukum

1.           Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2.           Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1999)

3.           Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Nomor 4431 Tahun 2004)

4.           Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

5.           Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit

6.           Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

7.           Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit

8.           Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
































7


BAB II

STANDAR KETENAGAAN



A.  Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Kualifikasi

Nama
Jumlah
Dokter SpPD

1 Orang




Perawat IPCN


5 Orang
















Perawat IPCLN


18 Orang





































































B.  Distribusi Ketenagaan

Rumah Sakit di handle oleh 3 IPCN dengan perbandingan 1 : 150 bed. Dengan susunan anggota Komite PPI yaitu : Ketua KPPI : 1 Orang

IPCN               : 5 Orang

IPCLN             : 18 Orang


C.      Pengaturan Jaga

1 shift jaga pagi 5 orang dibagi 4 gedung yaitu gedung A, B, C, dan D

Gedung A, B dan D di handle oleh 2 IPCN, sedangkan Gedung D di handle oleh 3 IPCN

8


BAB III

STANDAR FASILITAS




A.     Denah Ruang Denah gedung baru























































9


B.      Standar Fasilitas

Daftar Inventaris Peralatan di Komite PPI

No
Nama Alat
Jumlah
Keterangan
1
Lemari kayu 2 pintu
2

2
Filling cabinet
1 set
LION 4 laci
3
Meja Kerja
3 buah
1 untuk computer, 2 meja kerja
4
Kursi Lipat
5 buah

5
Komputer
1 set
Compac
6
Printer LQ-1050+
1 buah
EPSON L 100
7
Jam Dinding
1 buah
Seiko

Kebersihan & Rumah Tangga






1
Pel Lantai
1 buah

2
Dispenser
1 buah
Miyako

ATK


1
Mesin Ketik
1 buah

2
Tempat Isolasi
1 buah

3
Perfurator
1 buah

4
Kalkulator
1 buah

5
Steples / Hecter
1 buah

6
Rautan
1 buah

7
Stempel
1 buah

8
Cutter
1 buah





9
Gunting
1 buah

10
Penggaris plastik
1 buah



































10


BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN




A.     Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.


B.      Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :

1.      Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

2.      Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi

3.      Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.

4.      Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” / PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang


11


perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.


C.      Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien.

1.      Kebersihan tangan/Hand hygiene

2.      Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield (pelindung wajah), gaun (apron)

3.      Peralatan perawatan pasien

4.      Pengendalian lingkungan

5.      Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

6.      Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan

7.      Penempatan pasien

8.      Hygiene respirasi/Etika batuk

9.      Praktek menyuntik yang aman

10.   Praktek untuk lumbal punksi


1.
Kebersihan tangan
Hindari  menyentuh
permukaan  disekitar
pasien  agar

/ Hand hygiene

tangan  terhindar  kontaminasi  patogen  dari  dan  ke





permukaan.









–  Bila
tangan
tampak   kotor,   mengandung   bahan





berprotein,  cairan  tubuh,  cuci  tangan  dengan  sabun





biasa/antimikroba dengan air mengalir.






–  Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi dengan





alkohol handrub








–  Sebelum kontak langsung dengan pasien





2.
Alat Pelindung Diri
–  Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh,

(APD)
:
sarung

sekresi,  ekskresi  dan  bahan  terkontaminasi,  mukus

tangan,
masker,

membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang

goggle (kaca mata

potensial terkontaminasi




pelindung),
face
–  Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan


shield
(pelindung
Pakai
sarung
tangan
sekali
pakai saat merawat
pasien

wajah), gaun

langsung









–  Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk





membersihkan lingkungan







–  Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum





menyentuh
benda
dan
permukaan
yang
tidak


















12







terkontaminasi ,atau sebelum beralih ke pasien lain

Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi

–  Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan

Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung

Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk membersihkan lingkungan

Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain

Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda

Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi ke area bersih

–  Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan

Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus membran mata, hidung, mulut selama melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatan pasien yang berisiko terjadi cipratan/semprotan dari darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi

–  Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan

Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk petugas RS untuk mencegah transmisi melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat (<1 m) dari pasien saat batuk/bersin.

Pakailah selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun pada pasien tidak diduga infeksi

Kenakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama prosedur/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya percikan/semprotan cairan tubuh pasien yang memungkinkan terjadinya percikan/semprotan cairan tubuh pasien

Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi. Bila gaun tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan cairan mengantisipasi semprotan/cipratan cairan infeksius.

13


Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah transmisi mikroba ke pasien lain ataupun ke lingkungan

Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting, lepaskan saat akan keluar ruang pasien

Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang sama

–  Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang

–  risiko tinggi seperti ICU, NICU


3.    Peralatan                        –  Buat         aturan      dan      prosedur      untuk      menampung,

perawatan pasien              transportasi, peralatan yang mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh

Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal dengan bahan pembersih sesuai dengan sebelum di DTT atau sterilisasi

Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dengan benar sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius telah dibersihkan dan tidak dipakai untuk pasien lain. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui cara yang benar dan peralatan pakai ulang diproses dengan benar

Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai. Peralatan semikritikal didisinfeksin atau disterilisasi. Peralatan kritikal harus didisinfeksi kemudian disterilkan

Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan detergen

Bila tidak tampak kotor, lap permukaan peralatan yang besar (USG, X ray) setelah keluar ruangan isolasi

Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan terapi pernapasan terutama setelah dipakai pasien infeksi saluran napas, dapat dipakai Na hipoklorit 0,05%

Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik atau manual dengan detergen tiap setelah makan. Benda disposable dibuang ketempat sampah


14


4.  Pengendalian
Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan
lingkungan

prosedur rutin untuk pembersihan, disinfeksi permukaan


lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping tempat


tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh


dan pastikan kegiatan ini dimonitor


–  RS   harus
mempunyai
disinfektan  standar   untuk


menghalau   patogen   dan   menurunkannya   secara


signifikan   di   permukaan   terkontaminasi   sehingga


memutuskan rantai penularan penyakit. Disinfeksi adalah


membunuh secara fisikal dan kimiawi mikroorganisme


tidak termasuk spora



Pembersihan  harus  mengawali  disinfeksi.  Benda  dan


permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan


dari bahan organik (ekskresi, sekresi pasien, kotoran).

Pembersihan  ditujukan  untuk  mencegah  aerosolisasi,


menurunkan pencemaran lingkungan. Ikuti aturan pakai


pabrik  cairan  disinfektan,  waktu  kontak,  dan  cara


pengencerannya








–  Disinfektan yang biasa dipakai RS: (10)


Na  hipoklorit  (pemutih  ),  alkohol,  komponen  fenol,


komponen
ammonium
quarternary,
komponen


peroksigen.









–  Pembersihan area sekitar pasien:

Pembersihan permukaan horisontal sekitar pasien harus dilakukan secara rutin dan tiap pasien pulang.

Untuk mencegah aerosolisasi patogen infeksi saluran napas, hindari sapu, dengan cara basah ( kain basah)

Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop setelah dipakai (terkontaminasi)

Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan tiap kali setelah pakai

Mop dilaundry, dikeringkan tiap hari sebelum disimpan dan dipakai kembali.

Untuk mempermudah pembersihan bebaskan area pasien dari benda-benda/peralatan yang tidak perlu

Jangan fogging dengan disinfektan, tidak terbukti mengendalikan infeksi, berbahaya

Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner (pakai filter, HEPA). Jangan memakai karpet.

15


5.
Pemrosesan
Penanganan, transport dan proses linen yang terkena

Peralatan   Pasien

darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dengan prosedur

dan

yang benar untuk mencegah kulit, mukus membrane

Penatalaksanaan

terekspos dan terkontaminasi linen, sehingga mencegah

Linen

transfer mikroba ke pasien lain, petugas dan lingkungan


–  Buang terlebih dahulu kotoran (missal : feses), ke toilet



dan letakkan linen dalam kantong linen.


–  Hindari menyortir linen di ruang rawat pasien. Jangan



memanipulasi   linen   terkontaminasi   untuk   hindari



kontaminasi terhadap udara, permukaan dan orang.


–  Cuci dan keringkan linen sesuai SPO. Dengan air panas



70oC, minimal 25 menit. Bila dipakai suhu < 70oC pilih zat



kimia yang sesuai.


Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama



transportasi. Kantong tidak perlu double.


–  Petugas yang menangani linen harus mengenakan


APD




6.
Kesehatan
Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat

karyawan/

menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai

Perlindungan

setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat

PetugasKesehatan

membuang jarum


Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi



jarum  dengan  tangan,  menekuk  jarum,  mematahkan,



melepas  jarum  dari  spuit.  Buang  jarum,  spuit,  pisau



scalpel, dan peralatan tajam habis pakai kedalam wadah



tahan tusukan sebelum dibuang ke insenerator


–  Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatanventilasi



lain pengganti metoda resusitasi mulut ke mulut


–  Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh



selain akan menyuntik.



7. Penempatan
Tempatkan  pasien  yang  potensial  mengkontaminasi

Pasien

lingkungan atau yang tidak dapat diharapkan menjaga



kebersihan atau kontrol lingkungan kedalam ruang rawat



yang terpisah.


Bila  ruang  isolasi  tidak  memungkinkan,  konsultasikan



dengan petugas PPI.



8. Hygiene respirasi /
Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi

Etika batuk

respirasi  untuk  mencegah  transmisi  pathogen  dalam



droplet dan fomite terutama selama musim / KLB virus



respiratorik di masyarakat


–  Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien







16






dengan individu dengan gejala klinik infeksi respiratorik,



dimulai dari unit emergensi



–  Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa



pasien rajal atau pengunjung dengan gejala klinis infeksi



saluran napas harus menutup mulut dan hidung dengan



tisu kemudian membuangnya ke dalam tempat sampah



infeksius dan mencuci tangan. Sediakan tisu dan wadah



untuk limbahnya



–  Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan pada



ruang tunggu pasien rajal, atau alcohol handrub



–  Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan masker pada



pasien  dengan  gejala  infeksi  saluran  napas,  juga



pendampingnya. Anjurkan untuk duduk berjarak > 1 m



dari yang lain



–  Lakukan sebagai standar praktek



Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran pathogen



dari pasien yang terinfeksi untuk transmisi kepada kontak



yang   tidak   terlindungi.   Untuk   penyakit
yang



ditransmisikan melalui droplet besar dan atau droplet



nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua



individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.



Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran



napas harus:



–  Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin


–  Pakai tisu, saputangan, masker kain/medis bila tersedia,



buang ke tempat sampah



Lakukan cuci tangan



–  Manajemen  fasilitas   kesehatan/RS   harus
promosi



hyangiene respirasi/etika batuk:



–  Promosi klepada semua petugas, pasien, keluarga dengan



infeksi saluran napas dengan demam



Edukasi  petugas,  pasien,  keluarga,  pengunjung  akan



pentingnya kandungan aerosol dan sekresi dari saluran



napas dalam mencegah transmisi penyakit saluran napas


Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alcohol



handrub, wastafel antiseptik, tisu towel, terutama area



tunggu harus diprioritaskan





9.  Praktek

Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan
menyuntik
yang

untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan
aman


terapi.



–  Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose.








17







Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil



obat   dalam   vial   multidose   dapat   menimbulkan



kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat



dipakai untuk pasien lain.




10. Praktek
untuk
Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu
lumbal punksi

obat  kedalam  area  spinal/epidural  melalui  prosedur



lumbal punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan



epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet



flora orofaring.























































18


BAB V

LOGISTIK



Permintaan Barang (Stock) ke Logistik

Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana, prasarana dan semua barang yang diperlukan untuk Komite PPI dalam rangka pelaksanaan PPI di rumah sakit.

Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang (stock) ke logistik yaitu :

1.      Petugas Administrasi (IPCN) menulis bon permintaan barang (stock) secara tertulis di form permintaan barang.

2.      Bon permintaan dicek dan ditanda tangani oleh IPCN Senior

3.      Petugas Administrasi (IPCN) menyerahkan bon permintaan kepada Petugas Logistik.

4.      Petugas Logistik menerima bon permintaan barang.

5.      Pada hari berikutnya Petugas Administrasi (IPCN) mengambil barang yang telah diminta ke Gudang logistik.

6.      Petugas Administrasi (IPCN) melakukan pengecekan antara Bon permintaan dengan barang yang diserahkan

7.      Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, Administrasi (IPCN) menandatangani penerimaan pada Bon permintaan.

8.      Barang yang telah diterima dicatat oleh Petugas Administrasi (IPCN) ke dalam kartu inventaris barang logistik.

9.      Petugas Administrasi (IPCN) menempatkan Barang ke dalam lemari stok barang.




















19


BAB VI

KESELAMATAN PASIEN



A.           Pengertian

Merupakan suatu system yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil.


B.           Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety) :

1.      Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.

2.      Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat.

3.      Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit.

4.      Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).


C.           Keselamatan Umum

Aturan Umum Mencuci Tangan

Mencuci tangan merupakan aturan yang penting untuk mencegah penyebaran infeksi, langkah – langkahnya sebagai berikut :

1.       Tuangkan Cairan anti septik / sabun ke telapak tangan secukupnya.

2.       Gosokkan kedua telapak tangan.

3.       Gosok punggung tangan dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.

4.       Gosok kedua telapak tangan dan sela – sela jari.

5.       Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.

6.       Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

7.       Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tanagn kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya.

20


8.       Bilas kedua tangan dengan air mengalir.

9.       Keringkan kedua tangan dengan tissue.


Dengan memperhatikan 5 moment mencuci tanagn sebagai berikut :

1.      Sebelum Menyentuh Pasien.

2.      Sesudah Menyentuh Pasien.

3.      Sebelum Melakukan Tindakan Anti Septik.

4.      Apabila Terkontaminasi ( Cairan, Tertusuk Jarum, ddl ).

5.      Setelah dari Lingkungan Pasien.



D.           Alat Pelindung Diri Jenis-jenis Alat Pelindung Diri:

1.      SARUNG TANGAN melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasieen dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub berbahan dasar alkohol.Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya untuk menghindari kontaminasi silang. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman.

2.      MASKER harus cukup besar untuk melindungi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah(jenggot).Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

3.      ALAT PELINDUNG MATA melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor.

21


Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.

4.      TOPI digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk dalam luka selama pembedahan.Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut.Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

5.      GAUN PELINDUNG digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan dengan memakai gaun pelindung.

6.      APRON yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur di mana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.

7.      PELINDUNG KAKI digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.


Pemakaian APD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Cara Mengenakan APD di Ruang Kohort :

1.      Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.

2.      Kenakan pelindung kaki.

22


3.      Kenakan sepasang sarung tangan pertama.

4.      Kenakan gaun luar.

5.      Kenakan celemek plastik.

6.      Kenakan sepasang sarung tangan kedua.

7.      Kenakan masker.

8.      Kenakan penutup kepala.

9.      Kenakan pelindung mata.


Cara Melepas APD :

1.            Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar.

2.            Disinfeksi celemek dan pelindung kaki.

3.            Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar.

4.            Lepaskan celemek.

5.            Lepaskan gaun bagian luar.

6.            Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan.

7.            Lepaskan pelindung mata.

8.            Lepaskan penutup kepala.

9.            Lepaskan masker.

10.        Lepaskan pelindung kaki.

11.        Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam.

12.        Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.


E.   Prosedur Penanganan Kecelakaan Laboratorium Patologi Anatomi


1.      Tertusuk Jarum

a.      Segera keluarkan darah.

b.     Siram dengan air mengalir selama 10 – 15 menit.

c.      Cuci dengan air sabun / desinfektan. ( Jika perlu bilas dengan alkohol 70 % )

d.     Tutup dengan menggunakan sedotan.

e.     Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur di bawah ini.




23


2.      Terpajan Cairan Tubuh ( Kulit, Mata, Hidung dan Mulut )

a.      Cuci dengan air mengalir selama 10 – 15 menit.

b.     Untuk mata cuci dengan air mengalir dari pangkal ujung mata dekat hidung dengan memiringkan kepala.

c.      Untuk kulit cuci dengan air mengalir dan air sabun / desinfektan (Jika perlu, bilas menggunakan alkohol 70 %) dan keringkan dengan handuk bersih.

d.     Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur.




















































24


BAB VII

PENGENDALIAN MUTU



Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :



Defenisi Indikator adalah:

Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.



Kriteria :

Adalah spesifikasi dari indikator.



Standar :

1.      Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.

2.      Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.

3.      Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.



Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:

1.      Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan

–  Keprofesian

–  Efisiensi

–  Keamanan pasien


25


–  Kepuasan pasien

–  Sarana dan lingkungan fisik


2.      Indikator yang dipilih

–  Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses

Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk perorangan.

–  Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit

Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor

–  Didasarkan pada data yang ada.


3.      Kriteria yang digunakan

Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.

4.      Standar yang digunakan

Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :

a.      Acuan dari berbagai sumber

b.      Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara

c.       Berdasarkan trend yang menuju kebaikan






















26


BAB IX

PENUTUP




Pedoman pelayanan yang dicantumkan merupakan prosedur baku maksimal yang harus diupayakan untuk dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil Rumah Sakit yang terlibat dan berlaku setiap ruang terkait. Disadari bahwa keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber daya dan dana masih merupakan kendala di Rumah Sakit.


Namun keterbiasan ini tidak dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menurunkan baku prosedur pelayanan kesehatan yang harus diberikan kepada pasien. Dengan memiliki pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua personil Rumah Sakit akan memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia secara bertepat guna dan berhasil guna dalam pengendalian infeksi nosokomial secara berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi setiap rumah sakit.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PEDOMAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (KPPI)"

Posting Komentar