PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI DI RUMAH SAKIT (PART II)

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
NOMOR : 
T E N T A N G
PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI DI RUMAH SAKIT (PART II)
DIREKTUR RUMAH SAKIT 


sambungan dari PART I

BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan



B. Standar Fasilitas
Berdasarkan Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Direktorat Rumah Sakit Kuhusus Dan Swasta Sub Direktorat Penunjang Medik
Standar Fasilitas Dan Perlengkapan, pada dasarnya Rumah Sakit perlu
mengupayakan prasarana / sarana dan peralatan medis / non medis yang optimal,
yang disesuaikan dengan kegiatan, beban kerja, dan tipe rumah sakit untuk
mendukung Pelayanan Anestesiologi & Reanimasi.

Untuk menghindari dugaan adanya pemalsuan alat kesehatan dan obat anestesi
yang sangat beresiko untuk pasien maka sistem pengadaan alat kesehatan dan
obat anestesi harus melalui distributor resmi.

Demikian juga untuk pengadaan oksigen yang menggunakan tabung maka pihak
manajemen rumah sakit harus mengacu pada SK Menkes RI No
1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan
Kesehatan.


BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Pelayanan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan melalui pendekatan tim sesuai
dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki. Tim pengelola pelayanan anestesi
dipimpin oleh dokter spesialis anestesi dengan anggota dan/atau dokter dan perawat
anestesi/perawat.

Pelayanan anestesi mencakup tindakan anestesi (pre anestesi, intra anestesi dan pasca
anestesi) serta pelayanan lain sesuai bidang anestesi seperti pelayanan kritis, gawat
darurat, penatalaksanaan nyeri, dan lain-lain.Dokter spesialis anestesi hendaknya
membatasi beban pasien yang dilayani dan tangung jawab supervisi anestesi sesuai
dengan jumlah, kondisi dan risiko pasien yang ditangani.


A. Pelayanan Anestesi Perioperatif
Pelayanan anestesi peri-operatif merupakan pelayanan anestesi yang mengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesi serta terapi intensif dan pengelolaan nyeri berdasarkan keilmuan yang multidisiplin.

1. Pre Anestesi
Semua pasien yang akan dijadwalkan akan menjalani tindakan pembedahan harus dilakukan persiapan dan pengelolaan perioperasi secara optimal oleh dokter anestesi. Kunjungan pre anestesi pada tindakan bedah efektif dilakukan satu hari sebelum operasi, dan pada operasi darurat dilakukan pada saat pra induksi di ruang penerimaan pasien. Kunjungan ini bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih tehnik dan obat- obatan yang sesuai untuk digunakan.Menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA. Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya pengelolaan pre anestesi termasuk di dalamnya adalah sebagai berikut:
1) Mengkonfirmasikan pada pasien : tindakan bedah dan tindakan anestesi yang akan dilakukan, risiko yang mungkin terjadi dan alternatif tindakan anestesi lain jika ada penyulit.
2) Mengkonsultasikan dengan dokter spesialis lain untuk mengantisipasi adanya penyulit sistemik yang ada pada pasien.
3) Dapat melakukan antisipasi masalah yang mungkin terjadi dan memastikan bahwa fasilitas dan tenaga yang tersedia cukup terlatih untuk melakukan perawatan perioparatif.
4) Memastikan bahwa penderita dipersiapkan dengan tepat untuk tindakan anestesi dan pembedahan dengan mempertimbangkan faktor penyulityang mungkin ada.
5) Mendapatkan informasi yang tentang keadaan pasien sehingga dapat merencanakan tehnik anestesi yang tepat
6) Melakukan premedikasi dan menyediakan obat-obatan profilaksis yang mungkin diperlukan.


Langkah Pre Anestesi:
a. Anamnesis
1) Identifikasi pasien yang terdiri atas nama, umur, alamat, pekerjaan, agama dan lain lain.
2) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi
3) Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang dapat menjadi penyulit tindakan anestesi, seperti alergi, DM, penyakit paru kronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal. penyakit hati
4) Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat dan obat yang sedang digunakan yang dapat menimbulkan interaksi dengan obatobat anestesi, seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik,antibiotic, golongan aminoglikosida, digitalis, diuretika, dan lain-lain.
5) Riwayat anestesi/operasi sebelumnya: kapan, jenis operasi, apakah ada kompikasi anestesi
6) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi seperti merokok, kebiasaan minum alkohol, obat penenang, narkotika, dan muntah.
7) Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti riwayat adanya keluarga yang mengalami hyperthermia maligna saat operasi.
8) Riwayat kelainan sistem organ.


b. Pemeriksaan Fisik
1) Tinggi dan berat badan untuk menentukan dosis obat yang akan digunakan, terapi cairan yang akan digunakan.
2) Pemeriksaan vital sign : tensi, nadi, respiratory rate, dan suhu.
3) Jalan nafas Daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui adanya kemungkinan kesulitan ventilasi dan kelusitan intubasi.
4) Jantung, pemeriksaan EKG, echocardiografi bila perlu.
5) Paru paru dilakukan foto thorak atau pemeriksaan paru lainnya sesuai indikasi.
6) Abdomen : apakah ada distensi, massa, adakah kemungkinan resiko regurgitasi.
7) Ekstremitas terutama untuk melihat perfusi distal.
8) Neurologis Kesadaran fungsi saraf cranial.


c. Pemeriksaan Penunjang Rutin :
1) Darah : darah rutin , golongan darah, APTT, APTTK.
2) Urin : urin rutin.
3) Foto thorak usia diatas 40 tahun
4) EKG untuk usia diatas 40 tahun
Khusus, dilakukan atas indikasi :
1) EKG pada usia <40 tahun jika dicurigai ada kelainan jantung.
2) Foto thorak <40 tahun jika dicurigai ada kelainan paru-paru.
3) Fungsi hati.
4) Fungsi ginjal.


d. Konsultasi dengan dokter spesialis lain sesuai dengan kondisi pasien

e. Prediksi morbiditas dan mortalitas perioperatif
Setelah dilakukan pemeriksaan, anestesi harus menentukan:
1) Apakah pasien dalam kondisi optimal utnuk dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan?
2) Apakah tindakan bedah yang dilakukan mempunyai keuntungan lebih besar dibandingkan resiko yang akan terjadi akibat tindakan anestesi dan pembedahan itu sendiri Pada prinsipnya apabila ada kondisi medis yang membahayakan untuk dilakukan operasi elektif, pembedahan sebaiknya ditunda dulakukan perbaikan kondisi pasien lebih dahulu sampai kondisi pasien optimal untuk di lakukan operasi.

f. Klasifikasi ASA
Klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologist) digunakan untuk menunjukan status fisik pasien yang berhubungan dengan indikasi apakah tindakan bedah harus dilakukan segera atau cito atau elektif.

g. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesi harus dilakukan sebelum tindakan anestesi untuk memastikan bahwa pasien berada dalam kondisi yang layak untuk prosedur anestesi.

h. Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan status medis pasien pre anestesi berdasarkan prosedur sebagai berikut :
1) Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang diperlukan untuk melakukan anestesi.
3) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan resiko prosedur, manfaat, dan komplikasi yang mungkin terjadi.
4) Meminta inform concenst yang ditandatangi pasien yang bersangkutan, atau wali dan saksi dari pihak pasien, perawat dan dokter anastesi.
5) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anesthesia dan obat obat yang akan dipergunakan.

Pelayanan pre anestesi ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan tindakan anestesi. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat yang ekstrim, langkah-langkah pelayanan pre anestesi sebagaimana diuraikan di atas, dapat diabaikan dan alasannya harus didokumentasikan di dalam rekam medis  pasien dan penandatangan informed concent oleh dokter anestesi, pasien dan saksi .

2. Pra Induksi
Asesmen pra induksi diilakukan di ruang penerimaan pasien oleh dokter anestesi dan minimal satu perawat.Tujuan dari asesmen pra induksi lebih berfokus pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk anestesi sesaat sebelum induksi anestesi.
Dilakukan assesmen ulang :
a. Riwayat penyakit dahulu
b. Riwayat penyakit keluarga
c. Riwayat alergi
d. Riwayat anestesi
e. Perokok
f. Kapan makan dan minum terakhir
g. Pemeriksaan Fisik
h. Pemeriksaan Penunjang
i. Rencana anestesi
j. Klasifikasi ASA


3. Sign In
Dilakukan di kamar operasi, dihadiri minimal oleh perawat dan dokter anestesi.Dilakukan kembali anamnesa ulang pada pasien dalam kondisi sadar penuh.
Konfirmasi pasien meliputi :
a. Identitas : nama pasien, dengan cara menanyakan langsung pada pasien nama dan tanggal lahir pasien.
b. Gelang identitas, apakah sudah sesuai.
c. Persetujuan operasi dan persetujuan anestesi : apakah sudah ditanda tangani oleh pasien dan wakil keluarga pasien.
d. Pasien di cek dengan pulse oksimeter untuk mengetahui saturasi oksigen sebelum pembiusan.
e. Apakah pasien memunyai riwayat alergi ?alergi obat? makanan?
f. Apakah pasien mempunyai risiko adanya kesulitan ventilasi atau kesulitan intubasi.
g. Cek mesin anestesi, obat-obatan anestesi, tersedia alat- alat airway.
h. Apakah operasi yang akan dilakukan mempunyai resiko perdarahan? apakah sudah tersedia darah? pasang jalur intravena 2 jalur?


4. Team Time Out
Dilakukan pada saat pasien sudah terinduksi sebelum insisi.
Langkah-langkah :
a. Masing-masing personel memperkenalkan diri yaitu: operator, anestesi, assisten , instrument, onloop/ sirkuler.
b. Konfirmasi terhadap pasien meliputi: nama pasien, prosedur yang akan dilakukan, lokasi insisi, apakah sudah diberikan antibiotik profilaksis. apakah sudah dipersiapkan jika ada kejadian yang tidak diharapkan.
c. Bidang Anestesi: Apakah pasien ini mempunyai masalah spesifik? Status fisik pasien ASA?


5. Sign Out
Dilakukan saat operasi selesai, sebelum menutup kulit atau peritonium.
a. Perawat melakukan konfirmasi akan prosedur yang dilakukan
b. Adakah permasalahan dengan peralatan selama operasi ?
c. Adakah catatan khusus pasien post operasi?
d. Anjuran dari operator dan anestesi di ruang pemulihan.


6. Intra Anestesi
a. Dokter spesialis anestesi dan tim pengelola harus tetap berada di kamar operasi selama tindakan anestesi umum dan regional serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
b. Selama pemberian anestesi harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara kontinual setiap 5 menit. Yang di monitoring secara kontinual: EKG, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan, serta nyeri yang didokumentasikan pada catatan anestesi.
c. Apabila terjadi komplikasi anestesi maka tindakan dokter anestesi adalah meminta menghentian sementara operasi dan mengawasi dahulu masalah anestesi seperti saturasi, hemodinamik dan lain lain. Jika kondisi sudah stabil maka operasi dilanjutkan kembali.
d. Pengakhiran anestesi harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.


7. Pasca Anestesi
a. Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus dipindahkan ke ruang pulih (Unit Rawat Pasca anestesi/PACU) atau ekuivalennya dan dilakukan pemantauan dan monitoring setiap 15 menit sampai memenuhi kriteria pemulangan pasien.
b. Monitoring di ruang pemulihan meliputi :tekanan darah, suhu, nadi, SpO2, nyeri, mual muntah, perdarahan.
c. Monitoring di ruang pemulihan dilakukan oleh perawat yang bertugas sebagai perawat recovery.
d. Kriteria pemulangan pasien sesuai dengan SPO kriteria pemulangan pasien.
e. Dalam kondisi tertentu, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU) atas perintah khusus dokter spesialis anestesi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut.
f. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
g. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di antaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU).
h. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis anestesi atau anggota tim pengelola anestesi.
i. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
j. Dokter anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih.
k. Selama 24 jam pertama, dokter anastesi masih bertanggung jawab terhadap hemodinamik dan nyeri pada pasien..


B. Pelayanan Sedasi
1. Kategori/Tingkatan Anestesi/Sedasi
1) Sedasi ringan/minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh tindakan yang memerlukan sedasi minimal adalah:
a. Blok saraf perifer.
b. Anestesi lokal atau topical.
c. Pemberian 1 jenis obat sedatif/analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri.
2) Sedasi sedang (pasien sadar): suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan respons terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
3) Sedasi berat/dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan respons terhadap stimulus berulang/nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu/tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
4) Anestesi umum: hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi
tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi spontan/fungsi kardiovaskular dapat terganggu.

Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan/kontinu, sehingga tidak selalu mungkin untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam/berat daripada efek yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi yang memberikan anestesi sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh ke dalam kondisi sedasi berat).

Semua pasien yang akan disedasi akan menjalani tindakan bedah atau tindakan diagnostik harus dilakukan persiapan secara optimal oleh dokter anestesi atau dokter umum atau dokter spesialis lain yang sudah mendapat pelatihan Basic Life Support dan manajemen airway paling sedkit 1 tahun. Kunjungan pre sedasi pada tindakan bedah elektif dilakukan 1 hari sebelum operasi dan pada kondisi darurat dilakukan pada saat akan dilakukan sedasi.

Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya kunjungan :
1) Mengkonfirmasikan pada pasien : tindakan bedah atau tindakan diagnostik dan tindakan sedasi yang akan dilakukan, resiko yang mungkin terjadi.
2) Dapat melakukan antisipasi masalah yang mungkin terjadi dan memastikan bahwa fasilitas dan tenaga yang tersedia cukup terlatih untuk melakukan perawatan perioparatif.
3) Mendapatkan informasi yang tentang keadaan pasien sehingga dapat merencanakan pemberian obat- obat sedasi yang tepat.
4) Melakukan premedikasi dan menyediakan obat-obatan profilaksis yang mungkin diperlukan.

2. Persiapan Pre Sedasi

a. Anamnesis
1) Identifikasi pasien yang terdiri atas nama, umur, alamat, pekerjaan, agama dan lain lain.
2) Keluhan saat ini dan tindakan yang akan dihadapi
3) Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang dapat menjadi penyulit tindakan sedasi seperti alergi, DM, penyakit paru kronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal. penyakit hati.
4) Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat dan obat yang sedang digunakan yang dapat menimbulkan interaksi dengan obatobat anestesi, seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotic, golongan aminoglikosida, digitalis, diuretika, dll.
5) Riwayat anestesi/operasi sebelumnya: kapan, jenis operasi, apakah ada kompikasi anestesi.
6) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi pemberisn obatobseperti merokok, kebiasaan minum alkohol, obat penenang, narkotika, dan muntah.
7) Riwayat kelainan sistem organ.

b. Pemeriksaan Fisik
a) Tinggi dan berat badan untuk menentukan dosis obat yang akan digunakan, terapi cairan yang akan digunakan.
b) Pemeriksaan Vital Sign : tensi , nadi, respiratory rate, suhu.
c) Jalan nafas. Daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui adanya kemungkinan kesulitan ventilasi.
d) Pemeriksaan penunjang: disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien.


3. Intra Sedasi
a. Dokter spesialis anestesi dan tim pengelola harus tetap berada di kamar operasi selama tindakan sedasi.
b. Selama pemberian sedasi harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara kontinual setiap 5 menit. Yang di monitoring secara kontinual: EKG, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan, serta nyeri yang didokumentasikan pada catatan anestesi.
c. Apabila terjadi komplikasi sedasi maka tindakan dokter anestesi adalah meminta menghentian sementara operasi dan mengawasi dahulu masalah sedasi seperti saturasi, hemodinamik dan lain lain. Jika kondisi sudah stabil maka operasi dilanjutkan kembali.
d. Pengakhiransedasiharus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.


4. Pasca Sedasi
e. Setiap pasien pasca tindakansedasi harus dipindahkan ke ruang pulih (Unit Rawat Pasca anestesi/PACU) atau ekuivalennya dan dilakukan pemantauan dan monitoring setiap 15 menit sampai memenuhi kriteria pemulangan pasien.
f. Monitoring di ruang pemulihan meliputi : tekanan darah, suhu, nadi, SpO2, nyeri, mual muntah, perdarahan.
g. Monitoring di ruang pemulihan dilakukan oleh perawat yang bertugas sebagai perawat recovery.
h. Kriteria pemulangan pasien sesuai dengan SPO kriteria pemulangan pasien.
i. Dalam kondisi tertentu, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU) atas perintah khusus dokter spesialis anestesi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut.
j. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
k. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di antaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU).
l. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis anestesi atau anggota tim pengelola anestesi.
m. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
n. Dokter anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih.
o. Selama 24 jam pertama, dokter anastesi masih bertanggung jawab terhadap hemodinamik dan nyeri pada pasien..



C. Kriteria Pemulangan Pasien
1. Kriteria discharge pasien yang dipakai adalah scorePost Anesthetic Discharge Scoring System dan diisi dan ditandatangani oleh DPJP atau perawat yang bertugas di ruang pulih.
2. Kriteria Skor Modified Aldrette >12 atau sama dengan skor preprosedur. pemantauan terhadap skor Aldrette dilakukan secara periodik setiap 15 menit.
3. Monitoring pasien sampai skor Aldrette mencapai >12 atau sama dengan skor preprosedur.
4. Rasio antara perawat ruang pulih dengan pasien disesuaikan dengan kondisi pasien:
a. Pasien sudah sadar = 1:2
b. Pasien sudah ke tahap persiapan pulang = 1:4
5. Beritahukan DPJP Anestesi bila skor pasien tidak mencapai kriteria discarge sampai 2 jam.
6. Semua kondisi pasien pasca operasi harus diinformasikan kepada keluarga pasien


D. Pelayanan Tindakan Resusitasi
1) Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjutdan jangka panjang.
2) Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi memainkan peranan penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih dokter, perawat serta paramedis.
3) Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru mengikuti American Heart Association (AHA) dan/atau European Resuscitation Council.
4) Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang berkelanjutan.


E. Pelayanan Anestesi Rawat Jalan
1. Pelayanan anestesi rawat jalan diberikan pada pasien yang menjalani tindakan pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan minimal serta tidak menjalani rawat inap.
2. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendali sesuai penilaian dokter spesialis anestesi dan disiapkan dari rumah.
3. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan unit/fasilitas pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses layanan dukungan perioperatif.

F. Pelayanan Anestesi Regional
1. Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok saraf sehingga tercapai anestesi dilokasi operasi sesuai dengan yang diharapkan.
2. Anestesi regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesi yang kompeten ditempat yang tersedia sarana dan perlengkapan untuk tindakan anestesi umum sehingga bila diperlukan dapat dilanjutkan atau digabung dengan anestesi umum.
3. Pada tindakan anestesi regional harus tersedia alat pengisap tersendiri yang terpisah dari alat penghisap untuk operasi.
4. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agar tersedia dalam jumlah yang cukup untuk operasi yang lama atau bila dilanjutkan dengan anestesi umum.
5. Anestesi regional dimulai oleh dokter spesialis anestesi dan dapat dirumat oleh dokter atau perawat anestesi/perawat yang mendapat pelatihan anestesi dibawah supervisi dokter spesialis anestesi.
6. Pemantauan fungsi vital selama tindakan anestesi regional dilakukan sesuai standar pemantauan anestesi.
7. Anestesi regional dapat dilanjutkan untuk penanggulangan nyeri pasca bedah atau nyeri kronik.
8. Pemantauan di luar tindakan pembedahan/di luar kamar bedah dapat dilakukan oleh dokter atau perawat anestesi/perawat yang mendapat pelatihan anestesi dibawah supervisi dokter spesialis anestesi.


G. Pelayanan Anestesi Regional Dalam Obstetrik
1. Pelayanan anestesi regional dalam obstetrik adalah tindakan pemberian anestetik lokal kepada wanita dalam persalinan.
2. Anestesi regional hendaknya dimulai dan dirumat hanya di tempat dengan perlengkapan resusitasi serta obat-obatan yang tepat dan dapat segera tersedia untuk menangani kendala yang berkaitan dengan prosedur.
3. Anestesi regional diberikan oleh dokter spesialis anestesi setelah pasien diperiksa dan diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau dokter yang merawat.
4. Anestesi regional dimulai oleh dokter spesialis anetesiologi dan dapatdirumat oleh dokter spesialis anetesiologi atau dokter/bidan/perawat anestesi/perawat di bawah supervisi dokter spesialis anetesiologi.


H. Obat Anestesi Intravena Non Narkotik
Obat- obat ini digunakan sebagai obat sedasi dan sebagai obat induksi.Obat- obat ini dapat dipakai secara tunggal atau kombinasi.kadang dipakai bersama narkotik dan pelumpuh otot.

1. Golongan Barbiturat :
Penthotal /thiopental sodium/ penthobarbital/ thiopenton Dosis induksi : 3-5 mg/kg BB
Indikasi :
a. Induksi
b. Sedasi
c. Untuk obat anestesi untuk operasi yang waktunya singkat
d. Sebagai supplement pada regional anestesi
e. Therapy status convulsius
f. Untuk menurunkan metabolism otak sehingga banyak digunakan untuk craniotomi

Kontra indikasi :
a. Alergi barbiturate
b. Status asmatikus
c. Pophiria
d. Perikarditis kontriktiva
e. Tidak terdapat jalur intravena tidak boleh im/sc nekrosis
f. Syok
g. Hati-hati pada anak dibawah 4 tahun karena pusat respirasi mudah terdepresi dan jalan nafas masih sempit

2. Golongan Benzodiazepin
a. Diazepam
1) Sedasi terjadi 1-2 menit setelah penyuntikan
2) Dapat mendepresi nafas
3) Dapat menembus barier plasenta
4) Dosis : premedikasi : Dewasa :10 mg (IM), Anak : 0,1-0,2 mg/kgbb (im) Induksi 0,2-0,6 mg/kg bb iv Anti kejang 10-20 mg IV

b. Midazolam
1) Mekanisme kerja sama dengan diazepam tp onsetnya lebih cepat 2, durasi kerja lebih pendek dan kekuatan 1,5-3x diazepam.
2) Dosis : Sedasi dan axiolitik 0,1 mg/kgBB onset !5 menit, puncak mencapai 30- 45 menit. Dosis 1-2,5 mg iv efektif untuk sedasi pada anestesi regional
3) Dosis Induksi 10-15 mg ( 0,1-0,4 mg/kgbb) iv

c. Propofol
1) Dosis : induksi pasien dewasa 2-2,5 mg/kg bb iv
2) Maintenance : 4-12 mg /kg bb/jam
3) Sedasi di icu 0,3-0,4 mg/kg bb/jam dimulai dengan bolus 1-2 mg/kg bb
4) Onset 30-60 detik

d. Ketamin
1) Onset 10-60 detik IV , IM 3-20 menit
2) Dosis : induksi : 0,5-2 mg/kgbb, IM 4-6 mg/kgbb
3) Dosis anestesi 0,1-0,2 mg/kgbb

I. Pelayanan Bedah Sehari
1. Pengertian
Pelayanan bedah sehari adalah ketika seseorang yang telah menjalani beberapa prosedur bedah diperbolehkan untuk kembali ke rumahnya pada hari yang sama setelah operasi bedah selesai dilakukan. Pelayanan bedah sehari ditujukan bagi orang sehat yang berniat melakukan operasi bedah ringan atau menengah. Keuntungan pelayanan bedah sehari :
a. Pasien lebih cepat kembali ke lingkungan rumah yang dikenal terutama pasien
anak dan usia lanjut
b. Berkurangnya infeksi nosokomial terutama pasien imunocompromised.
c. Berkurangnya insiden medication errors.
d. Penghematan biaya perawatan rumah sakit karena berkurangnya jumlah tes laboratorium dan konsultasi medis yang diminta.
e. Kemudahan dalam menjadwalkan pembedahan.
f. Menjaga privasi pasien.
g. Berkurangnya gangguan jadwal pemberian makanan pada anak.
h. Berkurangnya waktu terpisah dari orang tua.

2. Pemilihan pasien pada pelayanan bedah sehari :
a. Anestesi
1) Pasien status fisik ASA I dan II yang menjalani pembedahan invasif.
2) Pasien status fisik ASA III dan IV yang menjalani pembedahan non invasif atau diagnostik.
b. Bedah:
1) Lamanya operasi diperkirakan sekitar 1-1,5 jam.
2) Perdarahan sedikit.
3) Derajat nyeri paska operasi ringan-sedang.

3. Prosedur pembedahan yang layak di Pelayanan Bedah sehari :
a. Ekstraksi katarak
b. Bedah payudara minor
c. Bedah plastic
d. Dilatasi dan kuretase
e. Terminasi kehamilan
f. Laparoskopi
g. Artroskopi
h. Herniorapi
i. Tonsilektomi


4. Persiapan pasien ODC
Semua pasien yang akan dijadwalkan akan menjalani tindakan pembedahan harus
dilakukan persiapan dan pengelolaan perioperasi secara optimal oleh dokter
anestesi di klinik anestesi. Assessmen preanestesi di klinik anestesi bertujuan
untuk memastikan bahwa pasien benar benar siap untuk dilakukan operasi
bedah.Tanggal operasi tidak diberikan sebelum assessmen praanestesi dilakukan.
Klinik Anestesi adalah klinik pelayanan konsultasi dan pemeriksaan pasien yang
akan menjalani tindakan pembedahan yang membutuhkan pembiusan atau
anestesi. Di klinik ini pasien juga dapat berdiskusi langsung dengan dokter anestesi
tentang semua hal yang menyangkut persiapan pembiusan, seperti persiapan
puasa, pemeriksaan darah, dll; teknik pembiusan yang diinginkan dan dibutuhkan
serta penatalaksanaan paska pembedahan.Kesemuanya itu dilakukan demi
tercapainya patient safety.

Kunjungan preanestesi di klinik anestesi bertujuan untuk :
a. Pemeriksaan fisik dan riwayat pra-operasi secara menyeluruh.
b. Koordinasi tes laboratorium, radiologi dan tes pra-operasi lainnya yang diperlukan.
c. Membantu dalam mengurangi kecemasan dan keprihatinan yang berhubungan dengan operasi bedah.
d. Menyediakan petunjuk bagi pasien menyangkut persiapan hari pelaksanaan operasi bedah.
e. Memberikan informasi apabila terdapat perubahan apa pun yang diperlukan dalam tata cara pengobatan pasien sebelum operasi bedah.
f. Memberikan informasi jika terdapat persiapan fisik yang perlu dilakukan sebelum operasi bedah.
g. Instruksi mengenai waktu berpuasa pada hari operasi harus diberikan.
h. Kondisi kesehatan secara umum dievaluasi.
i. Kemampuan pasien untuk bekerja sama dinilai.
j. Prosedur untuk mendapatkan persetujuan diselesaikan.
k. Penetapan hari operasi bedah diberikan.

Manajemen Anestesi :
a. Pemilihan teknik anestesi berdasarkan kebutuhan pembedahan, pertimbangan anestesi, status fisik dan pilihan pasien.
b. Tujuan anestesi pada ODC adalah meng-anestesi pasien untuk waktu yang sesingkat mungkin dengan konsentrasi anestesi yang terendah


Kriteria pemulangan pasien dengan teknik anestesi blok regional
a. Resolusi komplit terhadap anestesi sensorik
b. Resolusi komplit terhadap blockade motorik
c. Tanda vital kembali ke status preanestesi
d. Status mental kembali ke status preanestesi
e. Manajemen adekuat terhadap nyeri paska operasi
f. Tidak ada mual
g. Bisa buang air kecil
h. Bisa jalan tanpa bantuan asisten


5. Pasien ODC yang terpaksa harus menjalani rawat inap
Faktor pembedahan (63,2%) :
a. Pembedahan meluas diluar prosedur yang diantisipasi
b. Komplikasi mengharuskan pembedahan ulang atau observasi lanjut
c. Perdarahan banyak selama atau paska operasi
d. Follow up pembedahan atau rencana prosedur diagnostic

Faktor medis (19,9%) :
a. Kondisi medis yang tidak terkontrol
b. Membutuhkan terapi antibiotik intravena


Faktor anestesi (12,7%) :
a. Mual atau muntah terus-menerus
b. Aspirasi pneumonia
c. Lemah dan lesu
d. Nyeri yang tidak terkontrol

Faktor lain (4,7%) :
a. Pasien menolak pulang
b. Ahli bedah membutuhkan observasi semalam atau pemeriksaan tambahan
c. Tidak ada orang yang cocok untuk merawat pasien di rumah

bersambung ke PART III

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI DI RUMAH SAKIT (PART II)"

Posting Komentar