KEBIJAKAN PANDUAN PENULISAN RESEP
PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR
: 266//Dir-SK/XII/2016
TENTANG
KEBIJAKAN
PANDUAN PENULISAN RESEP RUMAH SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT
MENIMBANG : 1.
Bahwa Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter,
Dokter gigi atau Dokter hewan kepada Apoteker untuk membuat dan memberikan obat
kepada pasien.
2. Bahwa Rumah Sakit perlu
memperhatikan tentang tata cara peresepan, pemesanan dan pencatatan resep,
karena peresepan obat yang tidak terbaca atau pemesanan yang mengacaukan
keselamatan pasien bisa
menunda pengobatan.
3. Bahwa
Rumah Sakit perlu mengatur tindakan untuk mengurangi tidak terbacanya resep.
4. Bahwa
untuk mekanisme tersebut diatas maka rumah sakit perlu
menerbitkan Panduan tentang Penulisan Resep.
MENGINGAT :
1. Undang-Undang
RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004, tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
:
KESATU : Panduan Penulisan Resep sebagaimana terlampir dala
keputusan ini.
KEDUA : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi
minimal 1 tahun sekali.
KETIGA : Apabila
hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukakan perubahan
dan perbaikan sebagaimana mestinya.
|
TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip
SURAT PERATURAN
DIREKTUR
RUMAH SAKIT
NOMOR : 266/RSQ/Dir-SK/XII/2016
TANGGAL : 30
Desember 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Resep merupakan permintaan tertulis
dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker, untuk menyediakan obat dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Obat merupakan
salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat
merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan,
kesehatan dan kontrasepsi (Anonim, 2006).
Obat merupakan salah satu bagian
dalam peningkatan kualitas hidup pasien sehingga diperlukan adanya manajemen
yang harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien (Anonim,
2011).
Rumah sakit perlu memperhatikan
tentang tata cara peresepan, pemesanan dan pencatatan yang aman diarahkan oleh
kebijakan dan prosedur. Para staf medis, keperawatan, farmasi dan
administrative berkolaborasi untuk mengembangkan dan memonitor kebijakan dan
prosedur. Staf yang terkait dilatih untuk praktek penulisan resep, pemesanan
dan pencatatan yang benar. Karena peresepan obat yang tidak terbaca atau
pemesanan yang mengacaukan keselamatan pasien bisa menunda pengobatan, maka
kebijakan rumah sakit mengatur tindakan untuk mengurangi tidak terbacanya
resep.
Rumah sakit secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat cara penulisan
resep yang tepat untuk mengurangi kesalahan pemberian obat (medication errors)
berdasarkan system yang ada dirumah sakit.
B.
DEFINISI
Penulisan resep yang tepat adalah Tata cara penulisan resep yang tepat sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit .
C.
TUJUAN
1.
Tujuan
Umum :
Meningkatkan keselamatan
pasien dalam kebenaran pemberian obat
2.
Tujuan
Khusus:
a.
Meningkatkan
kesadaran sejawat penulisan resep akan pentingnya penulisan resep yang dapat
dibaca.
b.
Mengurangi
tidak terbacanya resep yang dapat memperpanjang waktu tunggu obat.
c.
Mencegah
terjadinya kesalahan pemberian obat
d.
Meningkatkan
mutu pelayanan farmasi dalam rangka penulisan resep yang tepat.
BAB
II
RUANG
LINGKUP KEGIATAN
Secara
umum seluruh ruangan bagian klinis yaitu bagian keperawatan, penunjang medis dan unit khusus.
Ruang
lingkup penulisan resep yaitu :
1.
Poliklinik
rawat jalan
Dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) yang
terdiri dari dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi.
2. Ruang perawatan
Dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) yang
terdiri dari dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi.
3. Bidan dan perawat hanya
boleh menulis resep berupa alat kesehatan, cairan infuse.
4. Bidan dan perawat yang di
ijinkan menulis resep adalah bidan dan perawat yang memiliki STR (Surat Tanda
Registrasi).
BAB
III
TATA
LAKSANA
A.
TATA
LAKSANA PENULISAN RESEP
1.
Tenaga
Kesehatan yang berkompeten menulis resep / pesanan adalah Dokter yang memiliki
Surat Izin Praktek (SIP) yang terdiri dari Dokter umum, Dokter spesialis dan
Dokter gigi.
2.
Perawat
dan bidan diberikan ijin menuliskan resep untuk resep yang berupa :
a.
Alat
kesehatan
b.
Cairan
infuse
3.
Obat
untuk pasien rawat inap ditulis di lembar KIO (Kartu Instruksi Obat), sedangkan
untuk alat kesehatan untuk pasien rawat inap ditulis di KIA (kartu Instruksi
Alkes).
4.
Penulisan
resep harus ditulis lengkap, yang terdiri dari :
a.
Tanggal
peresepan
b.
Nama
lengkap penulis resep
c.
Nama
lengkap pasien
d.
Nomor
rekam medis pasien
e.
Tanggal
lahir dan atau umur pasien
f.
Berat
badan (untuk pasien neonates dan pediatric)
g.
Luas
permukaan tubuh (untuk pasien kemoterapi)
h.
Kliren
kreatinin (untuk pasien gangguan ginjal)
i.
Nama
obat
j.
Kekuatan
obat
k.
Bentuk
sediaan obat
l.
Jumlah
obat
m.
Dosis
obat
n.
Frekuensi
/ interval pemakaian
5.
Penulisan
resep/pemesanan resep di rumah sakit ada beberapa jenis meliputi :
a.
Standing
Order
1)
Tenaga
Kesehatan yang diperbolehkan oleh Rumah Sakit untuk melaksanakan Standing order adalah perawat.
2)
Perawat
harus mengikuti instruksi pemberian yang tercantum dalam Standing order.
3)
Standing
order yang berlaku di Rumah Sakit adalah :
-
Standing
order pemberian
Magnesium sulfat untuk pre eklampsia dan eklampsia
-
Standing
order pemberian Kalium Klorida 7,46%.
4)
Perawat
yang telah melakukan standing order harus mendokumentasikan pemberian obat
tersebut ke dalam “lembar Intruksi” dan dimasukkan dalam rekam medis pasien.
5)
Lembar
instruksi harus mencantumkan nama lengkap dan tanda tangan perawat.
6)
Lembar
instruksi harus ditandatangani oleh dokter yang merawat / DPJP (Dokter
Penanggung Jawab Pasien).
b.
Automatic
stop order/penghentian terapi oleh dokter
Dokter
pemberi order harus menulis tanggal pada kolom stop dengan jelas pada lembar
KIO / kartu Instruksi Obat (member paraf dan tanggal untuk menetapkan
penghentian terapi).
c.
Penulis
resep obat prn atau bila perlu atau “pro re nata”
Peresepan
obat prn
atau bila perlu atau “pro re nata” harus menuliskan indikasi pemakaian,
kekuatan oabt, dan pemakaian maksimal dalam sehari pada resep. Contoh penulisan
resep yang benar : Parasetamol 1 tablet prn untuk demam.
d.
Penulisan
resep obat NORUM (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip)
Penulisan
obat yang termasuk NORUM (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip) harus sesuai dengan
kebijakan penulisan obat NORUM.
e.
Penulisan
resep / pemesanan resep obat
secara verbal atau melalui telepon
1)
Pesanan
obat secara verbal atau melalui telepon hanya dibolehkan pada situasi mendadak.
2)
Pesanan
obat secara verbal/telepon tidak diperbolehkan bila penulis resep ada dan
tersedia rekam medis pasien, kecuali penulis resep sedang melakukan pelayanan
emergency/sedang melakukan tindakan pelayanan.
3)
Pesanan
obat secara verbal/telepon tidak berlaku untuk :
-
Obat
kemoterapi
-
Obat
narkotika
4)
Tenaga
kesehatan yang diperbolehkan oleh RS untuk menerima pesanan obat yang
dikomunikasikan secara verbal atau melalui telepon adalah :
-
Perawat
dan bidan yang memiliki STR
-
Farmasi
(Tenaga Teknis Kefarmasian dan Apoteker)
5)
Tenaga
Kesehatan (yang disebutkan dalam poin diatas) harus mencatat pesanan obat yang
diterima secara verbal/melalui telepon ke dalam rekam medis pasien dan setelah
itu mengulagi secara lisan kepada pemberi resep / instruksi pengobatan sesuai
kebijakan SBAR.
6)
Pemberi pesanan obat harus
melakukan verifikasi sesuai dengan kebijakan SBAR.
6.
Perubahan
pemberian terapi obat (jenis dan dosis), maka obat sebelumnya harus dihentikan
dan ditulis sesuai aturan penghentian terapi. Penulisan resep yang salah tidak boleh dihapus akan tetapi dengan cara
mencoret dengan satu garis lurus kemudian resep yang benar di tulis di atas
resep
yang dicoret tersebut.
a.
Penulisan
pesanan obat /resep harus jelas, lengkap dan dapat terbaca oleh tenaga teknis
kefarmasian dan apoteker.
b.
Petugas
farmasi (Tenaga teknis kefarmasian dan Apoteker) harus melakukan klarifikasi
kepada penulis resep bila pesanan obat/resep tidak jelas, tidak terbaca, atau
tidak lengkap.
c.
Penulis
resep harus menulis resep atau instruksi pengobatan yang baru jika ingin
meneruskan terapi obat yang sempat terhenti karena adanya automatic stop order,
tindakan operasi maupun karena alasan lain.
d.
Penulis
resep harus membandingkan order pertama obat dengan daftar obat pasien sebelum
masuk rawat inap yang diperoleh dari anamnesa oleh dokter atau perawat.
e.
Penulis
resep harus menggunakan singkatan, symbol dan penunjukan dosis yang
diperbolehkan oleh rumah sakit.
f.
Tenaga
Kesehatan yang menerima order/perintah/resep yang menggunakan singkatan,
symbol, dan penunjuk dosis yang dilarang harus melakukan klarifikasi dan
konfirmasi kepada penulis order/perintah/resep jika order/perintah/resep
tersebut tidak jelas/tidak terbaca.
g.
Setiap
dokter, perawat dan
bidan
harus mengikuti cara penulisan resep yang benar sesuai dengan kebijakan
peresepan.
B.
CARA
PELAKSANAAN PENULISAN RESEP
1.
Dokter
atau petugas
yang berwenang menulis resep menulis tanggal penulisan resep.
2.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep member tanda centang pada kolom
alergi atau tidak dibagian kanan atas pada lembar resep, jika pasien mempunyai
riwayat alergi dokter menuliskan nama obat yang alergi bagi pasien.
3.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep memberi tanda centang pada kolom akut atau kronis di bagian kiri atas untuk
resep obat yang akan ditulis.
4.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep menulis atau memberi cap nama dokter
beserta no SIP pada bagian kop resep.
5.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep menulis tanda R/ pada awal penulisan
sediaan obat.
6.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep menulis nama obat (sesuai dengan
formularium) dilengkapi bentuk sediaan dan kekuatan obat yang dikehendaki
disesuaikan dengan pasien.
7.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep menulis jumlah obat menggunakan angka
romawi sesuai yang diperlukan untuk pasien.
8.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep menulis aturan pakai yang disesuaikan
dengan pasien meliputi dosis, rute, dan ferekuensi obat.
9.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep dan memberi paraf pada setiap sediaan
obat yang ditulis pada lembar resep.
10.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep menulis kelengkapan data pasien
(meliputi : nama lengkap, nomor rekam medic dan tanggal lahir).
11.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep mencantumkan berat badan pasien untuk
resep anak-anak.
12.
Dokter
atau pertugas yang berwenang menulis resep hanya boleh menulis maksimal 5
(lima) item obat dalam satu resep obat racikan
13.
Dokter
mencantumkan alamat pasien pada lembar resep yang terdapat obat narkotika.
14.
Dokter
atau petugas yang berwenang menulis resep menulis keterangan pemakaian maksimal
per hari dan indikasi pemakaian untuk obat dengan signa pro re nata (jika
perlu).
BAB
IV
DOKUMENTASI
Penulisan resep yang tepat di Rumah
Sakit merupakan komitmen Rumah Sakit yang di dukung dengan adanya :
A.
Kebijakan
1.
Kebijakan
Penulisan Resep yang Tepat.
2.
Kebijakan
Penanggulangan Resep yang Tidak Terbaca.
3.
Kebijakan
Telaah Resep
B.
SPO
1.
SPO
Penulisan Resep yang Tepat.
2.
SPO
Penanggulagan Resep yang Tidak Terbaca.
3.
SPO
Telaah Resep.
BAB
V
PENUTUP
Demikianlah panduan ini disusun
sebagai pedoman dalam penulisan resep. Panduan ini masih jauh dari sempurna,
oleh sebab itu panduan akan dievaluasi kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai
dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi baik akreditasi Nasional maupun
standar International.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesi Nomor 1691/MENKES/PER/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit,
Kementria Kesehatan Indonesia.
Anonim, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tentang Kesehatan.
0 Response to "KEBIJAKAN PANDUAN PENULISAN RESEP"
Posting Komentar