KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI
PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR
: 177//Dir-SK/XII/2016
TENTANG
KEBIJAKAN
PEMBERLAKUAN PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI
RUMAH SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT
MENIMBANG
: 1. Bahwa pengelolaan perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.
2. Merupakan proses kegiatan
dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggung jawabkan.
MENGINGAT :
1. Undang-Undang
RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun
1963 tentang Farmasi.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004, tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
:
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG PEMBERLAKUAN PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI DI
RUMAH SAKIT
KEDUA : Pengelolaan perbekalan Farmasi di Rumah Sakit sebagaimana diberlakukan
Pengelolaan Perbekalan Farmasi.
KETIGA : Instalasi
Rumah Sakit bertanggung jawab dalam melakukan pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah sakit .
KETIGA : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi
minimal 1 tahun sekali.
KEEMPAT : Apabila hasil
evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukakan perubahan dan
perbaikan sebagaimana mestinya.
|
TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip
SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR :
330/ir-SK/XII/2016
TANGGAL : 30 Desember 2016
PENGELOLAAN
PERBEKALAN FARMASI
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus
kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
A.
Tujuan
- Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
- Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan
- Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
- Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan
tepat guna
- Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
B. Pemilihan dan pengadaan obat-obatan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk
dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk
menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi
Pembelian.
Ø
Evaluasi
yang dilakukan pada tahap ini dengan menggunakan Indikator seleksi obat yaitu
kesesuaian item obat yang tersedia di rumah sakit dengan DOEN.
C.
Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis,
jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,
untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
D.
Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui :
a.Pembelian :
·
Secara
tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
·
Secara
langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan)
·
Sumbangan/droping/hibah
Beberapa evaluasi yang
digunakan dalam pengadaan obat adalah (Pudjaningsih, 1996):
1.
Frekuensi pengadaan tiap item obat setiap tahunnya
-
digolongkan
menjadi 3 kategori: rendah (<12), sedang (12-24), tinggi (>24).
-
Banyaknya
obat dengan frekuensi sedang dan tinggi → kemampuan IFRS dalam merespon
perubahan kebutuhan obat dan melakukan pembelian obat dalam jumlah sesuai
dengan kebutuhan saat itu.
-
Pengadaan
obat yang berulang menunjukkan bahwa yang tersedia di IFRS merupakan obat
dengan perputaran cepat (fast moving).
-
Banyaknya
obat yang masuk kedalam jenis slow moving → kerugian bagi
rumah sakit.
2.
Frekuensi kesalahan faktur
-
Kriteria
kesalahan faktur: adanya ketidakcocokan jenis obat, jumlah obat dalam suatu item,
atau jenis obat dalam faktur terhadap surat pesanan yang bersesuaian
-
Penyebab:
a. Tidak ada stok, atau barang habis di PBF
b. Stok barang yang tidak sesuai
c. Reorder atau frekuensi pemesanan terlalu banyak
3.
Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap
waktu yang disepakati
-
Tingginya
frekuensi tertundanya pembayaran menunjukkan kurang baiknya manajemen keuangan
pihak rumah sakit.
-
Hal
ini dapat mempengaruhi kepercayaan pihak pemasok kepada rumah sakit sehingga
potensial menyebabkan ketidaklancaran suplai obat di kemudian hari.
E.
Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan
pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Produksi/pembuatan sediaan farmasi:
• Produksi Steril
• Produksi Non Steril
• Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
F.
Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:
• Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa
• Barang harus bersumber dari distributor utama
• Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)
• Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate
of origin
• Expire date minimal 2 tahun
Setelah barang yang diorder tersebut
datang, barang tersebut diterima bersama dengan faktur dan di periksa oleh
petugas gudang farmasi. Petugas gudang memeriksa tanggal kadaluarsa dari obat
tersebut dan nomor faktur.
Bila barang yang diperiksa
telah sesuai dengan faktur, kemudian faktur tersebut ditanda tangani oleh
petugas yang menerima di bagian gudang. Setelah itu, barang dimasukkan ke dalam
gudang dan dicatat pada kartu stok.
G.
Penyimpanan
Penyimpanan adalah
suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obat yang
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan baik yang
dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan obat adalah sebagai berikut:
Memelihara mutu obat.
Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
Menjaga kelangsungan persediaan.
Memudahkan pencarian dan pengawasan.
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi
menurut persyaratan yang ditetapkan:
• Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
• Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya
• Mudah tidaknya meledak/terbakar
• Tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang
selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Cara Penyimpanan Obat Secara Umum
Cara
penyimpanan obat yang secara umum perlu diketahui oleh masyarakat adalah
sebagai berikut :
a. Ikuti
petunjuk penyimpanan pada label/ kemasan
b. Simpan obat
dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
c. Simpan obat
pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung.
d. Jangan
menyimpan obat di tempat panas atau lembab.
e. Jangan
menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika
tertulis pada etiket obat.
f.
Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau
rusak.
g. Jangan
meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu lama.
h. Jauhkan obat
dari jangkauan anak-anak.
Peralatan penyimpanan obat secara umum memerlukan :
1.
Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari
debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan
2.
Lantai dilengkapi dengan palet
Cara Penyimpanan Obat Secara Khusus
Penyimpanan
obat yang secara khusus juga perlu diketahui oleh masyarakat adalah sebagai
berikut :
1. Sediaan obat
vagina dan ovula
Sediaan obat
untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan di lemari es karena
dalam suhu kamar akan mencair.
2. Sediaan
Aerosol / Spray
Sediaan obat
jangan disimpan di tempat yang mempunyai suhu tinggi karena dapat menyebabkan
ledakan.
Peralatan yang digunakan untuk penyimpanan obat dengan kondisi khusus
diantaranya :
1. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
2. Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara berkala
3. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat psikotropika
4. Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan pembuangan limbah
sitotoksik dan obat berbahaya harus dibuat secara khusus untuk menjamin
keamanan petugas, pasien dan pengunjung
Beberapa obat perlu disimpan pada kondisi dan tempat
yang khusus untuk memudahkan pengawasan, yaitu :
1. Obat
golongan narkotika dan psikotropika masing-masing disimpan dalam lemari khusus
dan terkunci.
2. Obat-obat
seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam lemari pendingin untuk
menjamin stabilitas sediaan.
3. Beberapa
cairan mudah terbakar seperti aseton, eter dan alkohol disimpan dalam lemari
yang berventilasi baik, jauh dari bahan yang mudah terbakar dan peralatan
elektronik. Cairan ini disimpan terpisah dari obat-obatan.
Persyaratan Penyimpanan Narkotika
·
Harus terbuat dari kayu atau bahan lain
yang kuat (tidak boleh terbuat darikaca).
·
Harus mempunyai kunci yang kuat, kunci
lemari harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai yang dikuasakan.
·
Dibagi menjadi dua bagian dengan
masing-masing kunci yang berlainan.
·
Apabila lemari memiliki ukuran kurang
dari 40 cm x 80 cm x 100 cm, maka dibuat pada tembok / lantai / lemari khusus.
·
Tidak boleh menyimpan atau meletakkan
barang-barang selain narkotika, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Kesehatan
(Menkes).
Beberapa
evaluasi
yang digunakan dalam penyimpanan obat adalah (Pudjaningsih, 1996):
1. Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer
atau kartu stok
Proses pencocokan harus dilakukan pada waktu yang sama untuk menghindari
kekeliruan karena adanya barang yang keluar atau masuk (adanya transaksi).
Apabila tidak dilakukan bersamaan maka kemungkinan ketidakcocokan akan
meningkat.
Ketidakcocokan akan menyebabkan terganggunya perencanaan pembelian
barang dan pelayanan terhadap pasien.
2. Turn Over Ratio (TOR)
TOR = perbandingan Harga Pokok Penjualan (HPP) dalam 1 tahun dengan
nilai rata – rata persediaan pada akhir tahun.
TOR digunakan untuk mengetahui berapa kali perputaran modal dalam 1
tahun, menghitung efisiensi dalam pengelolaan obat. Apabila TOR rendah, berarti
masih banyak stok obat yang belum terjual sehingga mengakibatkan obat menumpuk
dan berpengaruh terhadap keuntungan (Jati, 2010).
H.
Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang
atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
• Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
• Metode sentralisasi atau desentralisasi
• Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau
kombinasi
a. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat
Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi
untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan
secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan system persediaan lengkap di
ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis.
b.
Pendistribusian
Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi
untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang
diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan system resep
perorangan oleh Apotik Rumah Sakit.
c.
Sistem
pelayanan distribusi :
1.
Sistem
persediaan lengkap di ruangan
-
Pendistribusian
perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan tanggung jawab
perawat ruangan.
-
Setiap
ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat.
-
Perbekalan
yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh
petugas farmasi.
2.
Sistem
resep perorangan
Pendistribusian perbekalan farmasi resep perorangan/pasien rawat jalan
dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
3.
Sistem
unit dosis
Pendistribusian obat-obatan melalui resep perorangan yang disiapkan,
diberikan/ digunakan dan dibayar dalam unit dosis tunggal atau ganda, yang
berisi obat dalam jumlah yang telah ditetapkan atau jumlah yang cukup untuk
penggunaan satu kali dosis biasa.
Kegiatan pelayanan distribusi diselenggarakan pada:
a.
Apotik
rumah sakit dengan sistem resep perorangan
b.
Satelit
farmasi dengan sistem dosis unit
c.
Ruang
perawat dengan sistem persediaan di ruangan
Beberapa evaluasi yang
digunakan dalam pelayanan distribusi obat adalah (Pudjaningsih, 1996):
1.
Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien
Bertujuan
untuk mengetahui tingkat kecepatan pelayanan apotek rumah sakit.
2.
Persentase obat yang diserahkan
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan IFRS menyediakan obat yang
diresepkan.
3.
Persentase obat yang diberi label dengan benar
Bertujuan untuk mengetahui penguasaan peracik (dispenser) tentang informasi
pokok yang harus ditulis dalam etiket.
I. Penarikan
dan Penanganan Obat Kadaluarsa
Obat kadaluarsa adalah obat jadi
yang berasal dari produksi pabrik obat yang telah habis masa berlaku (batas
waktu pemakaiannya) atau dikenal dengan sudah ED (expired date).
Pencantuman tanda kadaluarsa bisa dicetak dengan tulisan susah untuk dihapus. Obat kadaluarsa
kadang-kadang kalau dilihat dari luar secara organoleptik tampak masih kondisi
baik kemasannya maupun obatnya sendiri. Namun bila diperiksa secara laboratoris
kemungkinan besar sudah di bawah persyaratan kadar Farmakope, dan hasil
peruraian obat (degradan) akan bertambah. Karena kadar zat aktif sangat menurun
maka kemungkinan untuk sembuhnya penyakit menjadi lebih lama lagi.
Prosedur
tentang Penanganan Obat Rusak atau Kadaluarsa
·
Mengidentifikasikan obat yang sudah
rusak atau kadaluarsa.
·
Memisahkan obat rusak atau kadaluarsa
dan di simpan pada terpisah dari penyimpanan obat lainnya.
·
Membuat catatan
nama, no. batch, jumlah dan tanggal kadaluarsa.
·
Melaporkan dan mengirim obat tersebut
ke Instalasi Farmasi.
·
Mendokumentasikan pencatatan tersebut.
J. Pemusnahan Resep
Dilakukan
selama 4 tahun sekali, setelah dimusnahkan dibuat berita acara pemusnahan.
Dilaporkan ke kantor dinas kesehatan, dan ke kepala balai besar pemeriksaan obat dan makanan serta kepada
kepala dinas kesehatan provinsi.
Tata Cara Pemusnahan :
Tata Cara Pemusnahan :
·
Resep Narkotika dihitung lembaranya
·
Resep lainya ditimbang
·
Resep dihancurkan dengan mesin penghancur, dikubur,
atau dibakar.
K. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan
pelaporan merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka
penata usahaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima,
disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit-unit pelayanan di Rumah
Sakit.
L. Stelling
Stelling adalah
kegiatan mencatat dan menyesuaikan data di kartu stock dengan keadan sebenarnya.
ini berfungsi untuk mengetahui persediaan obat agar tidak terjadi kekosongan. Kegiatan ini harus kita
lakukan setiap mengambil obat atau pun memasukan obat ke dalam tempatnya .
dengan kegiatan ini pula apoteker dapat mengevaluasi tingkat perputaran obat
tersebut.
0 Response to "KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI"
Posting Komentar