KEBIJAKAN PENGAWASAN, PENGGUNAAN OBAT DAN KEAMANAN OBAT

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
NOMOR : 185//Dir-SK/XII/2016TENTANG
KEBIJAKAN PENGAWASAN, PENGGUNAAN OBAT DAN KEAMANAN OBAT
 RUMAH SAKIT 
DIREKTUR RUMAH SAKIT 


MENIMBANG          : a.   Bahwa Rumah Sakit harus menetapkan obat-obat yang harus tersedia untuk diresepkan dan dipesan oleh praktisi pelayanan kesehatan.
b. Bahwa obat-obat yang tersedia di Rumah Sakit harus diawasi penggunaan dan keamanan obatnya melalui penunjukkan Komite dan pemilihan metode yang tepat dalam pengawasan.
c. Bahwa untuk menjamin mutu pengawasan, penggunaan obat dan keamanan obat tersebut maka perlu ditetapkan Surat Keputusan Direktur tentang pengawasan, penggunaan obat dan keamanan obat.


MENGINGAT          : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004, tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
4.  Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
KESATU                  : Pengawasan, penggunaan obat dan keamanan obat di Rumah Sakit dilakukan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT).

KEDUA                    :  Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di Rumah Sakit  terdiri dari Dokter Spesialis, Dokter Umum, Apoteker dan Perawat.

KETIGA                   :  Program kerja pengawasan, penggunaan obat dan keamanan obat dilakukan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) bekerja sama dengan Instalasi Farmasi.

KEEMPAT                :  Metode pengawasan, penggunaan obat dan keamanan obat dilakukan dengan cara melakukan pemantauan atau monitoring terhadap daftar baru yang ditambahakan dalam formularium.

KELIMA                   :  Monitoring pengawasan dan keamanan obat berpedoman pada :
1. Indikasi penggunaan (dosis obat dan rute pemberian obat)
2. Efektivitas obat dan keamanan obat (safety)
3. Resiko obat
4. Biaya obat
                                    5. Setiap Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang tidak diantisipasi atau kondisi yang berhubungan dengan obat baru selama periode pengenalan.

KEENAM                 : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 tahun sekali.

KETUJUH                : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.


Ditetapkan di   :    
Tanggal                        :     30 Desember 2016
RUMAH SAKIT  TANGERANG




Direktur
 
 










TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit 
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip


SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
NOMOR          : 185/RSQ/Dir-SK/XII/2016
TANGGAL      : 30 Desember 2016

PENGAWASAN, PENGGUNAAN OBAT DAN KEAMANAN OBAT
1.      Pengamatan mutu obat.
Istilah mutu obat dalam pelayanan farmasi berbeda dengan istilah mutu obat secara ilmiah, yang umumnya dicantumkan dalam buku-buku standard seperti farmakope. Secara teknis, kriteria mutu obat mencakup identitas, kemurnian, potensi, keseragaman, dan ketersediaan hayatinya.
Beberapa hal berikut perlu mendapat perhatian sehubungan dengan mutu obat, oleh karena di samping berkaitan dengan efek samping, potensi obat, juga dapat mempengaruhi efek obat aktif, yaitu:
a)      Kontaminasi.
Beberapa jenis sediaan obat harus selalu berada dalam kondisi steril, bebas pirogen dan kontaminan, misalnya obat injeksi. Oleh sebab itu proses manufaktur, pengepakan, dan distribusi hingga penyimpanannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam prakteknya kerusakan obat jenis ini umumnya berkaitan dengan kesalahan dalam penyimpanan dan penyediaannya. Sebagai contoh, di kamar suntik pusat pelayanan kesehatan acap kali ditemukan obat injeksi yang diatasnya diletakkan jarum dalam posisi terbuka. Dengan alasan apapun (misalnya segi kepraktisan saat pemindahan obat ke dalam spuit), cara ini jelas keliru dan harus dihindari, oleh karena memungkinkan terjadinya kontaminasi dengan udara luar dan berbagai bakteri, sehingga prinsip obat dalam kondisi steril sudah tidak tercapai lagi. Untuk sediaan lain seperti cream, salep atau sirup, meskipun risikonya lebih kecil, tetapi sering juga terjadi kontaminasi, misalnya karena udara yang terlalu panas, kerusakan pada pengepakannya, dsb, yang tentu saja mempengaruhi mutu obatnya.
b)      Medication error.
Keadaan ini tidak saja dapat terjadi pada saat manufaktur (misalnya kesalahan dalam mencampur 2 atau lebih obat sehingga dosisnya menjadi terlalu besar atau terlalu kecil), tetapi dapat juga terjadi saat praktisi medik ingin mencampur beberapa jenis obat dalam satu sediaan sehingga menimbulkan risiko terjadinya interaksi obat-obat. Akibatnya efek obat tidak seperti yang diharapkan bahkan dapat membahayakan pasien.
c)        Berubah menjadi toksik (toxic degradation).
Beberapa obat, karena proses penyimpanannya dapat berubah menjadi toksik (misalnya karena terlalu panas atau lembab), misalnya tetrasiklin. Beberapa obat yang lain dapat berubah menjadi toksik karena telah kadaluwarsa. Oleh sebab itu obat yang telah expired (kadaluwarsa) atau berubah warna, bentuk dan wujudnya, tidak boleh lagi dipergunakan.
d)        Potensi Kehilangan (loss of potency).
Obat dapat kehilangan potensinya sebagai obat aktif antara lain apabila ketersediaan hayatinya buruk, telah melewati masa kadaluwarsa, proses pencampuran yang tidak sempurna saat digunakan, atau proses penyimpanan yang keliru (misalnya terkena sinar matahari secara langsung). Setiap obat sebenarnya telah memiliki batas keamanan (margin of safety) yang dapat dipertanggung jawabkan
Adapun Tanda-tanda perubahan mutu obat sesuai standar yang di tetapkan yaitu :
1)    Tablet.
a)   Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
b)  Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
c)  Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2)    Kapsul.
a)   Perubahan warna isi kapsul
b)   Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3)    Tablet salut.
a)   Pecah-pecah, terjadi perubahan warna dan lengket satu dengan yang lainnya
b)  Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4)    Cairan.
a)   Menjadi keruh atau timbul endapan.
b)   Konsistensi berubah
c)   Warna atau rasa berubah
d)   Botol-botol plastik rusak atau bocor
5)    Salep.
a)   Warna berubah
b)   Konsistensi berubah
c)   Pot atau tube rusak atau bocor
d)   Bau berubah
6)    Injeksi.
a)    Kebocoran wadah (vial, ampul)
b)   Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
c)    Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
d)   Warna larutan berubah
Persyaratan Penyimpanan Narkotika
·         Harus terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat (tidak boleh terbuat darikaca).
·         Harus mempunyai kunci yang kuat, kunci lemari harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai yang dikuasakan.
·         Dibagi menjadi dua bagian dengan masing-masing kunci yang berlainan.
·         Apabila lemari memiliki ukuran kurang dari 40 cm x 80 cm x 100 cm, maka dibuat pada tembok / lantai / lemari khusus.
·         Tidak boleh menyimpan atau meletakkan barang-barang selain narkotika, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Kesehatan (Menkes).

Beberapa evaluasi yang digunakan dalam penyimpanan obat adalah (Pudjaningsih, 1996):
1.      Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer atau kartu stok
Proses pencocokan harus dilakukan pada waktu yang sama untuk menghindari kekeliruan karena adanya barang yang keluar atau masuk (adanya transaksi). Apabila tidak dilakukan bersamaan maka kemungkinan ketidakcocokan akan meningkat.
Ketidakcocokan akan menyebabkan terganggunya perencanaan pembelian barang dan pelayanan terhadap pasien.
2.      Turn Over Ratio (TOR)
TOR = perbandingan Harga Pokok Penjualan (HPP) dalam 1 tahun dengan nilai rata – rata persediaan pada akhir tahun.

TOR digunakan untuk mengetahui berapa kali perputaran modal dalam 1 tahun, menghitung efisiensi dalam pengelolaan obat. Apabila TOR rendah, berarti masih banyak stok obat yang belum terjual sehingga mengakibatkan obat menumpuk dan berpengaruh terhadap keuntungan (Jati, 2010).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KEBIJAKAN PENGAWASAN, PENGGUNAAN OBAT DAN KEAMANAN OBAT"

Posting Komentar