KEBIJAKAN REKONSILIASI OBAT RUMAH SAKIT
PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR
: 271//Dir-SK/XII/2016
TENTANG
KEBIJAKAN
REKONSILIASI OBAT RUMAH
SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT
MENIMBANG : 1.
Bahwa pelayanan instalasi farmasi
meliputi pelayanan farmasi klinis.
2. Bahwa
pelayanan farmasi klinis bertujuan untuk mengelola terapi obat yang diperoleh
pasien selama dirawat di rumah sakit.
3. Bahwa dalam pengelolaan terapi obat pasien saat awal
masuk rumah sakit diperlukan kolaburasi antara Dokter Penanggung Jawab (DPJP)
dan Apoteker Penanggung Jawab (APJP) agar terapi obat yang akan diberikan
berlandaskan terapi obat yang telah digunakan pasien sebelumnya yang disebut
dengan rekonsiliasi obat sehingga terapi obat yang diberikan dapat mencapai
efek terapi yang diinginkan dan menghindari permasalahan terkait obat atau Drug
Related Problems (DRP’s).
4. Bahwa dalam proses rekonsiliasi obat diperlukan
kebijakan rumah sakit yang mengatur tentang rekonsiliasi di rumah sakit .
MENGINGAT :
1. Undang-Undang
RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun
1963 tentang Farmasi.
3. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
:
KESATU : Perlu adanya proses rekonsiliasi obat untuk pasien
baru di ruang keperawatan yang dilakukan
oleh APJP dibantu oleh perawat.
KEDUA : Terapi
obat pada pasien terkait jenis obat ataupun dosis sebelum masuk ruang dan harus diketahui oleh DPJP agar terapi berikutnya
yang diberikan di ruang
berdasarkan pada terapi sebelumnya yang didapatkan sehingga tidak terjadi
medication error terkait salah dosis, duplikasi, salah pemberian obat, dsb.
KETIGA : APJP
mengkomunikasikan dengan DPJP obat-obat yang sebelumnya dikonsumsi pasien dan
DPJP menentukan status obat tersebut apakah lanjut, tunda atau henti .
KEEMPAT : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi
minimal 1 tahun sekali.
KELIMA :
Apabila hasil evaluasi mensyaratkan
adanya perubahan, maka akan dilakukakan perubahan dan perbaikan sebagaimana
mestinya.
|
TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip
SURAT
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR : 271//Dir-SK/XII/2016
TANGGAL : 30 Desember 2016
REKONSILIASI
OBAT
Rekonsiliasi
Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat
pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya
kesalahan Obat (medication
error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien
dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit kelayanan kesehatan primer dan
sebaliknya.
Tujuan
dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan
informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.
b. Mengidentifikasi
ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi
ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap
proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang
sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat
alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat
tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan
terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan Obat didapatkan
dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada
pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat digunakan tidak
lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien
baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses
rekonsiliasi.
b. Komparasi, Petugas kesehatan membandingkan data
Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan
adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam
medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter
pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak
tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika
menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidak sesuaian , maka dokter
harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal
lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1. Menentukan
bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja.
2. Mendokumentasikan
alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti.
3. Memberikan
tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi, melakukan
komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai
perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
Obat yang diberikan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit.
FORMULIR REKONSILIASI
OBAT
DAN DAFTAR OBAT YANG
DIBAWA DARI RUMAH
Nama Pasien
:
No. RM :
Tanggal
Lahir :
Tanggal
|
Daftar obat yang
menimbulkan alergi
|
Seberapa berat
alerginya
R: Ringan
S: Sedang
B: berat
|
Reaksi Alerginya
|
Jenis obat,
obat resep, herbal, atau tcm yang dibawa
Tanggal
|
Nama obat
|
Dosis/Frekuensi
|
Berapa lama
|
Alasan makan obat
|
Berlanjut saat rawat
inap
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||||
0 Response to "KEBIJAKAN REKONSILIASI OBAT RUMAH SAKIT"
Posting Komentar