KEBIJAKAN PENGKAJIAN PENGGUNAAN OBAT

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
NOMOR : 345//Dir-SK/XII/2016
TENTANG
KEBIJAKAN PENGKAJIAN PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT 
DIREKTUR RUMAH SAKIT 


MENIMBANG          : a.   Bahwa dalam program pengkajian penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
b. Bahwa pengkajian penggunaan obat untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan..
c. Bahwa agar pelayanan farmasi Rumah sakit  dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang Pengkajian Penggunaan Obat Rumah Sakit  sebagai landasan bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan farmasi Rumah Sakit .

MENGINGAT          : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
4.  Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.


MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
KESATU                  : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT  TENTANG KEBIJAKAN PENGKAJIAN PENGGUNAAN OBAT RUMAH SAKIT .

KEDUA                    :  Kebijakan Pengkajian Penggunaan Obat di Rumah Sakit  sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini.
KETIGA                   :  Pengkajian penggunaan obat  merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif dan terjangkau oleh pasien
KEEMPAT                :  Instalasi Farmasi membandingkan pola penyusunan obat pada pelayanan kesehatan / dokter satu dengan yang lain.
KELIMA                   : Instalasi Farmasi menilai secara berkala penyusunan obat spesifik dan menilai intervensi atas pola penggunaan obat.
KEENAM                 : Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 tahun sekali.
KETUJUH                : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan di   :     Tangerang
Tanggal                        :     30 Desember 2016
RUMAH SAKIT  TANGERANG




Direktur
 
 











TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit 
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
Nomor             : 345//Dir-SK/XII/2016
Tanggal           : 30 Desember 2016


KEBIJAKAN PENGKAJIAN PENGGUNAAN OBAT
RUMAH SAKIT

A.  Pendahuluan

Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat atau pelayanan obat merupakan proses kegiatan yang mencakup aspek teknis dan non teknis yang dikerjakan mulai dari menerima resep dokter hingga penyerahan obat kepada pasien. Dalam hal penggunaan obat, langkah yang paling penting diperhatikan adalah diagnosis yang tepat, sehingga menghasilkan suatu peresepan rasional, efektif, aman, dan ekonomis.
Evaluasi kriteria penggunaan obat menjelaskan tentang penggunaan obat dengan benar dan mengamati berbagai macam komponen. Komponen yang digunakan untuk menilai kriteria penggunaan obat adalah indikasi obat yang tepat, obat yang tepat untuk kondisi klinik, dosis yang sesuai dengan indikasi, ada tidaknya interaksi, langkah yang berkaitan dengan pemberian obat, menginstruksikan penggunaan obat kepada pasien, keadaan klinik dan laboratorium dari pasien.
Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukkan bahwa penggunaan obat jauh dari keadaan optimal dan rasional. Banyak hal yang dapat ditingkatkan dalam penggunaan obat pada umumnya dan khususnya dalam peresepan obat (prescribing). Secara singkat, penggunaan obat (khususnya adalah peresepan obat atau prescribing), dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan memberikan manfaat sangat kecil atau tidak ada sama sekali, sehingga tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya. Penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya secara klinis, dalam dosis yang sesuai dengan ketepatan indikasi.

B. Pembahasan
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Kriteria penggunaan obat rasional harus sesuai dengan indikasi pasien, pemberian dosis yang tepat, interval waktu yang tepat, dan lainnya. Evaluasi penggunaan obat rasional yaitu :

1. Tepat Indikasi
Maksud dari tepat indikasi misalnya adalah ketepatan penggunaan suatu obat atas dasar diagnosis yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosis yang tercantum di rekam medik. Sebagai contoh, diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Kedua dengan TTGO, meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Ketiga, dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes mellitus.

2. Tepat Obat
Ketepatan obat adalah kesesuaian pemilihan suatu obat diantara beberapa jenis obat yang mempunyai indikasi. Untuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau etiket harus dibaca dengan teliti setiap akan memberikan obat. Label atau etiket yang perlu diteliti antara lain nama obat, sediaan, konsentrasi, dan cara pemberian serta expired date.
Untuk penyakit diabetes melitus tipe 2, misalnya penggunaan Metformin merupakan antidiabetes yang paling banyak digunakan untuk terapi diabetes mellitus type 2 yaitu sebanyak 15 kasus, sedangkan penggunaan glibenklamid sebanyak 7 kasus. Hal ini sesuai dengan algoritma terapi Perkeni 2006 yang menyatakan bahwa terapi farmakologi diabetes mellitus tipe 2 pertama kali menggunakan antidiabetik per oral, apabila kadar glukosa darah tidak turun maka dikombinasikan pemakaian antidiabetik oral misalnya golongan biguanid dan sulfonilurea.

3. Tepat Dosis
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau timbul efek berbahaya. Paramedik harus mengerti cara mengkonversi dosis dari orang dewasa normal dan dihitung dosisnya secara cermat.
Dosis yang sesuai juga dilihat dari keadaan fungsi organ tubuh pasien, misalnya dalam keadaan fungsi ginjal yang menurun pemberian dosis terapi akan terpengaruh, bahkan jika fungsi ginjal telah memburuk pemberian dapat diberikan secara parenteral untuk menghindari keparahan penyakit pasien.

4. Tepat Pasien
Pemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi, seperti pada saat pemesanan lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus penyakit sama, suasana sedang tidak kondusif atau adanya pindahan pasien dari ruang satu ke ruang lainnya. Untuk mengurangi kejadian tidak tepat pasien dapat dilakukan antara lain menanyakan nama pasien dan mengecek identifikasi pasien dengan seksama.

5. Interaksi Obat dengan Obat Lain
Interaksi obat merupakan suatu reaksi yang terjadi bila obat satu mengubah efek obat yang lain. Hal ini harus diperhatikan apabila pasien menderita beberapa penyakit yang berbeda. Sebagai contoh, antidiabetik yang diberikan secara bersamaan dengan obat lain dapat berinteraksi sehingga efek antidiabetik dapat dihambat atau ditingkatkan. Bila efek antidiabetik dihambat maka kadar gula darah akan tetap tinggi (hiperglikemik), tetapi bila efek antidiabetik ditingkatkan oleh obat lain maka akan terjadi penurunan gula darah yang drastis, sehingga kemungkinan akan terjadi hipoglikemik.



C.        Tatalaksana Pengkajian Penggunaan Obat

1. Pengumpulan Data Pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses pengkajian penggunaan obat. Data tersebut dapat diperoleh dari:
• rekam medik,
• profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat,
• wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.

Rekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien mengenai pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya di rumah sakit. Data yang dapat diperoleh dari rekam medik, antara lain: data demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat sosial, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, diagnosis dan terapi.
Profil pengobatan pasien di rumah sakit dapat diperoleh dari catatan pemberian obat oleh perawat dan kartu/formulir penggunaan obat oleh tenaga farmasi. Profil tersebut mencakup data penggunaan obat rutin, obat p.r.n (obat jika perlu), obat dengan instruksi khusus (contoh: insulin).
Semua data yang sudah diterima harus dikumpulkan, dikaji, diringkas dan diorganisasikan ke dalam suatu format. Sering kali data yang diperoleh dari rekam medis dan profil pengobatan pasien belum cukup, oleh karena itu perlu dilengkapi dengan data yang diperoleh dari wawancara pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.


2. Identifikasi Masalah Terkait Obat
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat dapat dikategorikan sebagai berikut :

-    Ada indikasi tetapi tidak diterapi. Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik harus diterapi dengan obat.
-    Pemberian obat tanpa indikasi Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
-    Pemilihan obat yang tidak tepat. Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective, kontra indikasi.
-    Dosis terlalu tinggi
-    Dosis terlalu rendah
-    Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
-    Interaksi obat
-    Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab. Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain: masalah ekonomi, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien,kelalaian petugas.

Apoteker perlu membuat prioritas masalah sesuai dengan kondisi pasien, dan menentukan masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi akan terjadi. Masalah yang perlu penyelesaian segera harus diprioritaskan.
Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker harus membuat rencana pemantauan penggunaan obat.
Proses selanjutnya adalah menilai keberhasilan atau kegagalan mencapai sasaran terapi. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka dapat dikatakan mengalami kegagalan mencapai sasaran terapi. Penyebab kegagalan tersebut antara lain: kegagalan menerima terapi, perubahan fisiologis/kondisi pasien, perubahan terapi pasien, dan gagal terapi. Hal ini harus dikaji kegagalan pemberian terapi serta solusi yang dapat dilakukan untuk menangani kegagalan terapi tersebut.

3. Tindak Lanjut
Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan terkait. Kerjasama dengan tenaga kesehatan lain diperlukan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan terapi. Informasi dari dokter tentang kondisi pasien yang menyeluruh diperlukan untuk menetapkan target terapi yang optimal. Komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain harus selalu dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru. Kegagalan terapi dapat disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dan kurangnya informasi obat. Sebagai tindak lanjut pasien harus mendapatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) secara tepat. Informasi yang tepat sebaiknya :
- tidak bertentangan/berbeda dengan informasi dari tenaga kesehatan lain,
- tidak menimbulkan keraguan pasien dalam menggunakan obat,
- dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat



D. PENUTUP

1.    Kesimpulan
·      Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian penggunaan obat yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, dan interaksi obat dengan obat lain.
·      Cara tatalaksana pengkajian penggunaan obat yaitu pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, dan tindak lanjut.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KEBIJAKAN PENGKAJIAN PENGGUNAAN OBAT"

Posting Komentar