PEDOMAN PELAYANAN TERMINAL RUMAH SAKIT

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
NOMOR : 
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN TERMINAL RUMAH SAKIT 
DIREKTUR RUMAH SAKIT 



MENIMBANG :
a. bahwa jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak semakin meningkat;
b. bahwa pada stadium lanjut pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik dan gangguan aktivitas, melainkan juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien serta keluarganya;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan, selain dilakukan perawatan kuratif dan rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stadium terminal;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a, b dan c, maka perlu ketetapan Direktur tentang Pedoman Pelayanan Terminal di Rumah Sakit


MENGINGAT :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;


M E M U T U S K A N :
MENETAPKAN :
KESATU : Pedoman Pelayanan Terminal Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi setiap tahunnya.
KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya


Ditetapkan di :
Tanggal :
RUMAH SAKIT



Direktur Utama



LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR :
TANGGAL :


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007 tantangan yang kita hadapi pada hari-hari kemudian nyata sangat besar. Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/ AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif. (Doyle & Macdonald,2003: 5).

Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya. (Doyle & Macdonald, 2003: 5)

Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas di 5 (lima) ibu kota propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Ditinjau dari besarnya kebutuhan dari pasien, jumlah dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif juga masih terbatas.

Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif. (Kepmenkes RI Nomor: 812, 2007)


B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Terlaksananya pelayanan perawatan paliatif yang berkualitas, professional, dan sesuai dengan standart.
2. Tujuan Khusus
Tersedianya acuan dalam melaksanakan pelayanan pada pasien perawatan paliatif.



BAB II
DEFINISI PALIATIF
A. Pengertian
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812,2007).

Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian.Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan diatas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. (White, 2002).

Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan system nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan nilai.


Dimensi deari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Schipper (1999), adalah :
1. Gejala fisik
2. Kemampuan fungsional (aktifitas)
3. Kesejahteraan Keluarga
4. Spritual
5. Fungsi social
6. Kepuasan terhadap pengibatan (termasuk masalah keuangan)
7. Orientasi masa depan
8. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
9. Fungsi dalam bekerja


B. Masalah Pada Pasien Terminal
1. Masalah Fisik
a. Nyeri
b. Perubahan kulit
c. Distensi
d. Konstipasi
e. Alopesia
f. Kelemahan otot

2. Masalah Psikologi
a. Ketergantungan tinggi
b. Kehilangan control
c. Kehilangan produktifitas
d. Hambatan dalam berkomunikasi


3. Masalah Spiritual
a. Kehilangan harapan
b. Perencanaan saat ajal tiba


C. Tahapan Respon Klien terhadap Dying Process/ Proses Sekarat ( Kubler – Ross,1969 )
1. Denial – penolakan
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi/ sedang terjadi. Yang bersangkutan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya. Denial berfungsi sebagai buffersetelah mendengar sesuatu yang tidak diharapkan.Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri.

2. Anger – marah
Fase marah terjadi saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan.Rasa kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga/orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya ,bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan hubungan

3. Bargaining – tawar menawar
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan Tuhan agar terhindar dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara terbuka.Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu


4. Depression – kesedihan mendalam
Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan (past loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini – verbal/non verbal merupakan persiapan terhadap kehilangan/perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun.

5. Acceptance – menerima
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya, yang bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang ( franciscasri.wordpress.com ).


D. Tingkat Kesadaran (State of awareness)
Tingkat kesadaranterhadap kondisi terminal, baik dari sisi pasien atau keluarga harus dikaji untuk menentukan bagaimana perawat harus berkomunikasi dengan pasien dan keluarga .Tingkat kesadaran ini meliputi:

1. Closed Awareness ( Kesadaran Tertutup )
Dalam hal ini klien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu mengapa sakit dan percaya akan sembuh

2. Mutual Pretense
Dalam hal ini klien,keluarga,team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi klien. Ini berat bagi klien karena tdk dapat mengekspresikan ketakutannya.

3. Open Awareness( Kesadaran Terbuka )
Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu bahwa ia berada diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini klien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan (franciscasri.wordpress.com).



BAB III
RUANG LINGKUP KEGIATAN PALIATIF

Lingkup kegiatan perawatan paliatif meliputi :
A. Penatalaksanaan nyeri
a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
Melibatkan penggunaan opiat (narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat-obat adjuvans atau koanalgesik. Analgesik opiat mencakup derivat opium, seperti morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri dan memberikan perasaan euforia. Semua opiat menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika pertama kali diberikan, tetapi dengan pemberian yang teratur, efek samping ini cenderung menurun. Opiat juga menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan depresi pernapasan serta harus digunakan secara hati-hati pada klien yang mengalami gangguan pernapasan (Berman, et al. 2009).

Non opiat (analgesik non-narkotik) termasuk obat AINS seperti aspirin dan ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah luka. (Berman, et al. 2009).Analgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri kronis tipe tertentu selain melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat penenang, sebagai contoh, dapat membantu mengurangi spasme otot yang menyakitkan, kecemasan, stres, dan ketegangan sehingga klien dapat tidur nyenyak.

Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan alam perasaan yang mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi nyeri lainnya (Berman, et al. 2009).


b. Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi
1) Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena menyebabkan relaksasi otot (Smeltzer dan Bare, 2002).

2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit (Smeltzer dan Bare, 2002).


3) Trancutaneus electric nerve stimulation
Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS) menggunakan unit yangdijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS dapat digunakan baik untuk nyeri akut maupun nyeri kronis (Smeltzer dan Bare, 2002).

4) Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer dan Bare, 2002).

5) Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002).


B. Penatalaksanaan keluhan fisik
Melakukan assesmen terhadap keluhan yang dirasakan pasien, memenuhi kebutuhan pasien dan mengatasi masalah yang terjadi berdasarkan keluhan fisik.




BAB IV
RUANG LINGKUP KEGIATAN PALIATIF

A. Asuhan Keperawatan Dalam Pendampingan Klien Diambang Kematian (Care Of The Dying)
Secara umum tujuan perawatan klien dengan kondisi terminal adalah
1. Menghilangkan/ mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi
2. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna
3. Membantu klien menerima rasa kehilangan
4. Membantu kenyamanan fisik “ Mempertahankan harapan” (faith and hope).


B. Intervensi Keperawatan
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien yang sedang dalam keadaan terminal, perawat harus memperhatikan hak-hak pasien berikut ini:
1. Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba,
2. Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang terjadi,
3. Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya, apapun yang terjadi,
4. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian yang sedang dihadapinya,
5. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan,
6. Hak memperoleh perhatian dalam{ pengobatan dan perawatan secara berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi tujuan memberikan rasa nyaman,
7. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian,
8. Hak untuk bebas dari rasa sakit,
9. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur,
10. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya,
11. Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat,
12. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut,
13. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya bagi orang lain,
14. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah yang bersangkutan meninggal,
15. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam menghadapi kematian ( nursemuslim.wordpress.com ).


C. Meredakan Nyeri Orang Yang Menjelang Ajal
Pada pasien yang berada pada tahap akhir penyakit, penting untuk mengingat bahwa salah satu tujuan utama keperawatan adalah menghilangkan atau meredakan penderitaan. Pedoman berikut akan membantu:
1. Selalu percaya apa yang pasien katakan tentang nyeri mereka. Jangan pernah membuat keputusan anda sendiri tentang seberapa nyeri yang mereka rasakan.
2. Banyak pasien takut bahwa mereka akan meninggal dalam pederitaan yang dalam. Bersikap baik ketika orang mengekspresikan atau menunjukkan rasa takut. Tenangkan mereka dan beritahu mereka bahwa anda dapat merawat nyeri tersebut dan bahwa mereka tidak perlu merasa takut.
3. Berikan dosis medikasi nyeri yang memberikan pengendalian nyeri paling besar dengan efek samping paling kecil.
4. Berikan pereda obat nyeri sepanjang siang dan malam hari ( dua puluh empat jam ) untuk meyakinkan bahwa pasien mendapatkan peredaan nyeri yang cukup.
5. Obat nyeri paling baik untuk pasien menjelang ajal adalah morfin. Dosis morfin dapat ditingkatkan sesuai dengan meningkatnya toleransi pasien dan menurunnya efektivitas obat.
6. Memberikan beberapa obat secara bersamaan (dalam kombinasi) akan meningkatkan efektifitas obat. misalnya obat anti-inflamasi non-steroid meningkatkan keefektifan opioid seperti morfin.
7. Gunakan rute paling sederhana untuk memberikan obat, berikan peroral selama pasien dapat menelan, bolus opioid berulang dapat diberikan di bawah kulit (rute subkutan).
8. Gunakan cara lain untuk mengendalikan nyeri, termsauk masase, musik, dan memposisikan pasien dengan nyaman. Kadang bantalan panas atau botl air panas berguna untuk mengatasi nyeri.
9. Prediksi terhadap medikasi tidak pernah menjadi masalah yang penting untuk pasien menjelang ajal.
10. Penurunan pernapasan (depresi pernapasan) tidak penting untuk pasien menjelang ajal.


E. Pertahankan Kenyamanan Pasien
1. Pasien mungkin menderita ketidaknyamanan lain, sebagian karena medikasi nyeri.
2. Bila pasien konstipasi, Laksatif mungkin membantu. Juga dorong pasien untuk meminum jus buah.
3. Sebanyak mungkin, beri pasien diet tinggi kalori dan tinggi vitamin. Jangan paksa pasien untuk makan. Pasien harus makan hanya makanan yang dia ingin makan.
4. Dorong pasien untuk minum cairan.
5. Pertahankan pasien bersih; mandikan dengan sering, beri perawatan mulut bila mulut kering, dan bersihkan kelopak mata bila ada sekresi.
6. Bantu pasien turun dari tempat tidur dan duduk di kursi bila Ia mampu. Jika tidak, ganti posisi setiap dua jam dan coba untuk mempertahankan pasien dalam posisi apapun yang paling nyaman.
7. Jika pasien mengalami kesulitan bernapas, Bantu ia duduk.
8. Jika jalan napas tersumbat, Anda mungkin perlu melakukan penghisapan pada tenggoroka pasien.
9. Jika pasien merasakan napas pendek atau kekurangan udara, berikan oksigen.
10. Bahkan ketika pasien hampir meninggal, mereka dapat mendengar, sehingga jangan berbicara dengan berbisik, tapi bicaralah dengan jelas. Pasien juga masih merasakan sentuhan anda.


F. Membantu Pasien Meninggal Dengan Damai
Penting untuk menanyakan kepada pasien dan keluarga apakah pasien ingin tinggal di rumah sakit atau pulang untuk hari terkhirnya.Kadang keluarga tidak dapat merawat pasien di rumah, tetapi itu merupakan pilihan. Bila pasien ingin pulang, ajarkan keluarga bagaimana merawat pasien. Terutama, tunjukkan pada keluarga cara memberikan obat untuk nyeri. Yakinkan bahwa mereka memahami bahwa sangat penting memberikan obat dalam dosis dan waktu yang tepat.Juga jelaskan pada mereka bagaimana membuat pasien nyaman, seperti disebutkan di atas.
1. Bila pasien tinggal di rumah sakit, cobalah sebanyak mungkin untuk melakukan apa yang diinginkan pasien dan keluarga. Penting untuk memberikan kenyamanan fisik. Juga penting untuk membuat pasien merasa aman sampai tenang terhadap rasa takut, dan memberi pasien harapan.
2. Buat pasien merasa aman dan terlindungi dengan menunjukkan bahwa ia akan dirawat, dan tidak akan ditinggalkan sendiri.
3. Tenangkan rasa takut dengan meyakinkan pasien bahwa ia akan dirawat, dan tidak akan ditinggalkan sendiri.
4. Berikan harapan, jangan memberikan keyakinan palsu. Berikan target yang lebih kecil. Bicara tentang kebaikan di masa yang akan datang, atau mengingatkan bahwa anak-anaknya akan segera berkunjung.
5. Bila pasien memiliki urusan yang belum selesai, berikan bantuan apa yang ia lakukan. Pasien mungkin perlu bantuan dalam mengatur anak-anak atau rumahnya.
6. Berikan perawatan spiritual bila pasien menginginkan, atau berbicara kepada keluarga untuk memanggil rohaniawan berkunjung.
7. Lebih dari semua itu, hargai keputusan pasien. Terima perasan pasien, bila ia tidak ingin makan, atau turun dari tempat tidur, atau membalikkan badan di tempat tidur, terima hal ini. Dengarkan dan biarkan pasien bicara tentang bagaimana perasaannya. Bila pasien atau keluarga marah, coba untuk menerimanya.
8. Permudah bagi keluarga untuk tinggal dengan pasien sebanyak mungkin yang mereka inginkan. Tunjukkan pada mereka bagaimana merawat pasien dan mempertahankan pasien tetap nyaman dan bersih.
9. Pertahankan keluarga untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana perasaan pasien. Ketika kematian mendekat, biarkan mereka mengetahui, sehingga mereka dapat bersama pasien pada saat kematian bila mereka menginginkan


G. Pencegahan Kesepian dan Isolasi.
Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Klien menjelang ajal tidak harus secara rutin ditempatkan dalam ruang tersendiri di lokasi yang sangat jauh. Klien merasakan keterlibatan ketika dirawat bersama dan memperhatikan aktivitas perawat. Klien menjelang ajal dapat merasa sangat kesepian terutama pada malam hari dan mungkin merasa lebih aman jika seseorang tetap menemaninya di smping tempat tidur.
Perawat harus mengetahui cara menghubungi kondisi anggota keluarga jika kunjungan diperlukan atau kondisi klien memburuk. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika terjadi kematian. Perawat tidak boleh merasa bersalah jika tidak dapat selalu memberikan dukungan ini. Perawat harus mencoba untuk berada bersama klien menjelang kematian ketika diperlukan dan memperlihatkan perhatian dan keharuan


H. Dukungan Psikologis Dan Sosial
Memberikan dukungan psikologis terhadap pasien terminal untuk membangkitkan semangat pasien Dukungan sangat diperlukan dan sangat dibutukan oleh pasien yang mengidap penyakit terminal, siapa saja yang terlibat harus mendukung disini yaitu orang tua, teman- teman , orang tua yang lainnya (kakek,nenek, tante,paman), dan grife suport group. (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003, 1113)


I. Dukungan Kultural Dan Spiritual
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjungan rohaniawan. Perawat dapat memberi dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisis nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati.
Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan. Perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien, membaca literatur yang memberi inspirasi, dan memainkan musik.


J. Dukungan Persiapan Dan Selama Masa Dukacita (bereavement)
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai dan, waktu yang bersamaan, siap sedia untuk memberikan dukungan. Perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.


K. Perawatan Setelah Kematian
1. Bila keluarga ada pada saat kematian, biarkan mereka tinggal bersama pasien setelah kematian. Untuk mengucapkan perpisahan.
2. Jika keluarga tidak ada, tetapi ingin melihat jenazah setelah kematian, buat jenazah terlihat sealamiah mungkin. Buat lingkungan bersih. Penting untuk melakukan ini dengan segera, karena mayat akan mulai kaku (rigor mortis) kira-kira dua sampai empat jam setelah kematian.
3. Tempatkan jenazah dalam posisi datar, lengan pada sisi tubuh. Tempatkan banal atau gulungan handuk di bawah kepala sehingga darah tidak mengubah warna wajah. Tutup kelopak mata selama beberapa detik sehingga mata tetap menutup. Tutup mulut. Bersihkan daerah yang kotor. Singkirkan semua peralatan dan bahan yang dipakai dari tempt tidur.
4. Tenangkan keluarga dan biarkan mereka berduka.


L. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
Persetujuan tindakan medis/ informed consent untuk pasien paliatif
1. Pasien harus memahami pengertian, tujuan, dan pelaksanaan perawatan paliatif melalui komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya
2. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran yang pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peratura perundang-undangan
3. Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran(medis) yang membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent
4. Baik penerima informasi maupun pemberi perseetujuan diutamakan pasien sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien
5. Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau pernyataaan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh dialukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun (advanced directed). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjukan seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernytaan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif.
6. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.

7. Resusitasi/tidak resusitasi pada pasien paliatif
a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya resusitasi dapat dibuat oleh dokter yang kompeten atau tim perawatan paliatif
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif
c. Pasien memiliki hak untuk tidak menghendaki rsusitasi, sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam bentuk informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
d. Keluarga terdekat pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut

8. Perawatan pasien paliatif di ruang ICU
a. Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan umum yang berlaku di ICU
b. Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman penetuan kematian batang otak dan penghentian peralatan lifesupporting


9. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif
a. Tim perawatan paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pimpinan Rumah Sakit
b. Bagi keluarga atau pasien yang menginginkan donasi organ , akan di informasikan oleh dokter yang mengelola pasien tersebut bahwa hal tersebut belum dapat dilakukan di RS.
c. Jika keluarga menghendaki autopsy maka aka disampaikan bahwa otopsi yang dapat dilaksanakan adalah autopsy luar secara umum.
d. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara


M. Sumber Daya Manusia Dalam Perawatan Paliatif
1. Pelaksanaan perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, (perawat, dokter) rohaniawan/wati, keluarga pasien.
2. Kriteria pelaksaan perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan perawatan paliatif melalui pelatihan baik in house/ exhouse training


N. Pengembangan Dan Peningkatan Mutu Perawatan Paliatif
Untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif diperlukan
1. Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non kesehatan
2. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan/ Continuing Professional Development untuk perawatan paliatif (SDM) untuk jumlah, jenis dan kualitas pelayanan.
3. Menjalankan program keselamatan pasien/patient safety


BAB V
PENUTUP

Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif. Buku Pedoman Pelayanan Terminal yang ditetapkan di RS ini, diharapkan menjadi acuan terlaksananya pelayanan perawatan paliatif yang berkualitas, professional, dan sesuai dengan standar.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PEDOMAN PELAYANAN TERMINAL RUMAH SAKIT "

Posting Komentar