KEBIJAKAN PENEMPATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR
PERATURAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT
NOMOR : 1040/PER/RS/I/2014
TENTANG
KEBIJAKAN PENEMPATAN PASIEN
DENGAN PENYAKIT MENULAR
RUMAH SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT
MENIMBANG : a. Bahwa untuk mengelola pasien dengan penyakit
menular maka harus
dipisahkan alurnya agar
tidak menyebabkan infeksi di rumah sakit;
b.
Bahwa untuk mewujudkan rumah sakit yang aman, nyaman
dan sehat serta untuk mencegah infeksi nosokomial maka perlu di buat pengaturan
alur pasien dengan penyakit menular;
c.
Bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a dan b, maka
perlu diterbitkan Kebijakan Penempatan Pasien Dengan Penyakit Menular di Rumah
Sakit.
MENGINGAT : 1. Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
270/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman Manajerial Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
Lainnya;
2.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya;
3.
ART YBW-SA Pasal IV ayat 12;
4.
Buku Pedoman dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, DEPKES RI, 2007;
5.
Buku Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya, DEPKES RI
2
M
E M U T U S K A N :
MENETAPKAN
KESATU
:
: Pasien yang dicurigai penyakit menular langsung dirujuk ke rumah
sakit
lain yaitu jenis penyakit
sebagai berikut HIV/AIDS (yang disertai penyakit
penyerta seperti Diare,
Sariawan, TB) H5N1, SARS, Flu Babi, MERS.
KEDUA
:
Kebijakan
Penempatan Pasien Dengan Penyakit Menular Rumah Sakit sebagaimana tercantum
dalam lampiran keputusan ini.
KETIGA
:
Keputusan
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi setiap
tahunnya.
KEEMPAT
:
Apabila
hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya
Ditetapkan di
|
: Semarang
|
|
Tanggal
|
: 15
Rabiul Awal 1435H
|
|
17
Januari 2014M
RUMAH
SAKIT
Dr. H. Masyhudi AM, M. Kes
Direktur
Utama
Tembusan Yth:
1.
Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2.
Unit terkait
3.
Arsip
3
NOMOR : 1040/PER/RSI-SA/I/2014
TANGGAL : 17 JANUARI 2014
KEBIJAKAN PENEMPATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR
A. Definisi Kasus Penyakit Menular
Untuk
penatalaksanaan klinis dan pelaporan dalam suatu negara atau wilayah, definisi
kasus penyakit menular dengan tingkatan kategori kasus (suspek, probabel dan
konfirm) harus dikembangkan berdasarkan pada situasi epidemiologisnya. Definisi
kasus dari negara lain dapat dijadikan panduan. Namun setiap negara harus
melakukan adaptasi untuk menyesuaikan definisi tersebut dengan situasi
epidemiologis di negara sendiri.
Lampiran
ini memberi contoh definisi kasus yang harus dibuat untuk penyakit menular yang
diantisipasi dapat menjadi pandemi, seperti pada Flu Burung. Secara umum,
negara yang memiliki prevalensi flu burung yang tinggi (HPAI) pada populasi
hewan, harus menggunakan kriteria kasus yang lebih sensitif untuk memutuskan
melakukan tes laboratorium dibandingkan negara yang belum ada laporan kasus flu
burung.
B.
Definisi
Kasus Untuk Influenza A/H5 di Indonesia Kasus flu burung ditetapkan dalam 4
Jenis:
1. Seseorang dalam penyelidikan
Seseorang
yang telah diputuskan oleh pejabat kesehatan yang berwenang, untuk dilakukan
penyelidikan epidemiologi terhadap kemungkinan terinfeksi H5 N1.
Contoh :
Antara
orang sehat (tidak ada gejala klinis) tetapi kontak erat dengan kasus (suspek,
probabel atau konfirmasi) atau penduduk sehat yang tinggal didaerah terjangkit
Flu Burung pada unggas.
2. Kasus Suspek Flu Burung (H5N1)
Seseorang
yang menderita demam / suhu > 38 °C disertai satu atau lebih gejala di bawah
ini:
a.
batuk
b.
sakit tenggorokan
c.
pilek
d.
sesak napas
Terdapat salah satu atau
lebih keadaan dibawah ini:
a.
Dalam 7 (tujuh) hari terakhir sebelum timbul gejala
klinis, mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau
konfirmasi), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien dalam
jarak ≤ 1 meter.
4
b.
Dalam 7 (tujuh) hari terakhir sebelum muncul gejala
klinis, mempunyai riwayat kontak erat dengan unggas (misal menyembelih,
menangani, membersihkan bulu atau memasak).
c.
Dalam 7 (tujuh) hari terakhir sebelum muncul gejala
klinis, mempunyai riwayat kontak dengan unggas, bangkai unggas, kotoran unggas,
bahan atau produk mentah lainnya didaerah yang satu bulan terakhir telah Flu
Burung pada unggas, atau adanya kasus pada manusia (suspek, probebal,
konfirmasi)
d.
Dalam 7 (tujuh) hari terakhir sebelum muncul gejala
klinis, mempunyai riwayat mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak
dimasak dengan sempurna, yang berasal dari daerah yang satu bulan terakhir
telah terjadi Flu Burung pada unggas, atau adanya kasus pada manusia (suspek,
probable atau konfirmasi)
e.
Dalam 7 (tujuh) hari terakhir sebelum muncul gejala
klinis, kontak erat dengan bintang selain unggas yang telah dikonfirmasi
terinfeksi H5N1, antara lain : babi atau kucing
f.
Dalam 7 (tujuh) hari terakhir sebelum muncul gejala
klinis, memegang atau menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai
mengandung H5N1.
g.
Ditemukan leukopeni (jumlah leukosit/ sel darah putihdi bawah nilai
normal)
h.
Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan
uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa
subtipe.
i.
Foto rontgen dada / toraks menggambarkan pneumonia yang
cepat memburuk pada serial foto
3. Kasus Probabel Flu Burung (H5N1)
Kriteria kasus suspek
ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
a.
Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum
4 kali, dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.
b.
Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5
(terdeteksinya antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan
uji netralisasi (dikirim ke Laboratorium Rujukan). Atau Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran nafas
akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis berkaitan
dengan aspek waktu, tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu
kasus H5N1 yang terkonfirmasi.
4. Kasus Flu Burung (H5N1) terkonfirmasi
Seseorang
yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probable dan disertai Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan
dalam suatu laboratorium influenza nasional, regional atau internasional yang
hasil pemeriksaan H5N1-nya diterima oleh WHO sebagai konfirmasi:
a.
Isolasi virus H5N1
b.
Hasil PCR H5N1 positif
c.
Peningkatan ≥ 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen
d.
Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil ≤
7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi
konvalesen harus pula ≥ 1/80.
e.
Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 ≥ 1/80 pada
spesimen serum yang diambil pada hari ke ≥ 14 setelah awitan (onset penyakit)
disertai hasil positif uji serologi
5
C. Siklus, Cara Dan Pencegahan Penularan Penyakit
Mikroorganisme
dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita. Pada manusia dapat ditemukan pada
kulit, saluran pernafasan bagian atas,usus dan organ genital. Disamping itu
mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air dan udara.
Beberapa mikroorganisme lebih patogen dari yang lain, atau lebih mungkin
menyebabkan penyakit. Ketika daya tahan manusia menurun, semua mikroorganisme
dapat menyebabkan infeksi seperti pada mereka yang kekebalan tubuhnya menurun,
misalnya pasien dengan HIV/AIDS. Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri
dan sebagian besar jenis virus. Jumlah (dosis) organisme yang diperlukan untuk
menyebabkan infeksi pada pejamu/host yang rentan bervariasi sesuai dengan
lokasi. Risiko infeksi cukup rendah ketika organisme kontak dengan kulit yang
utuh, dan setiap hari manusia menyentuh benda dimana terdapat sejumlah
organisme dipermukaannya.
Risiko
infeksi akan meningkat bila area kontak adalah membran mukosa atau kulit yang
tidak utuh. Risiko infeksi menjadi sangat meningkat ketika mikroorganisme
berkontak dengan area tubuh yang biasanya steril, sehingga masuknya sejumlah
kecil organisme saja dapat menyebabkan penyakit. Agar bakteri, virus dan
penyebab infeksi lain dapat bertahan hidup dan menyebar, sejumlah factor atau
kondisi tertentu harus tersedia. Faktor-faktor penting dalam penularan
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dari orang ke orang digambarkan dan
didefinisikan pada Gambar dibawah ini.
Agen
|
|||||||
Mikroorganisme penyakit
infeksi
|
|||||||
Host/Pejamu
|
Reservoar
|
||||||
Rentan
|
|||||||
Tempat agen seperti manusia,
|
|||||||
Orang
yang dapat tertular
|
|||||||
hewan, tanaman, udara atau air
|
Host/Pejamu
|
Tempat
|
|
Rentan
|
Keluar
|
|
Tempat agen memasuki inang
selanjutnya
Metode
Penularan
Bagaimana
agen berpindah dari satu
tempat lain
(dari satu orang ke orang lain)
Gambar. Siklus Penularan Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
6
Seperti yang
diperlihatkan pada gambar di atas, suatu penyakit memerlukan kondisi-kondisi
tertentu untuk dapat menyebar (ditularkan) pada pihak lain:
1.
Harus ada agen
– sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit (virus, bakteri, jamur, parasit,
riketsia)
2.
Agen tersebut harus memiliki tempat hidup (pejamu atau reservoar). Banyak mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia
(patogen) dapat berkembang biak di dalam tubuh manusia, tanpa gejala dan dapat
ditularkan dari orang ke orang. Beberapa diantaranya ditularkan lewat makanan
atau air yang terkontaminasi (tipoid), bahan faeces (hepatitis A dan virus
enteric lainnya) dan gigitan dari hewan yang terinfeksi (rabies) serta serangga
(malaria melalui nyamuk)
3.
Agen harus memiliki lingkungan yang tepat di luar
pejamu agar dapat bertahan hidup. Setelah meninggalkan pejamunya,
mikroorganisme tersebut harus memiliki lingkungan yang cocok agar dapat
bertahan hidup sampai ia dapat menginfeksi orang lain. Contohnya, bakteri yang
menyebabkan TBC dapat bertahan dalam sputum selama berminggu-minggu, namun akan
mati oleh sinar matahari dalam beberapa jam
4.
Harus ada orang yang dapat terkena penyakit (pejamu yang rentan). Orang selalu
terpapar oleh agen/ penyebab penyakit setiap hari tetapi tidak selalu menjadi
sakit. Orang yang rentan dapat terkena penyakit (misalnya gondongan, campak,
atau cacar air). Sebagian besar orang tidak terkena penyakit karena mereka
sudah pernah terpapar oleh penyakit, misalnya telah divaksinasi atau sebelumnya
sudah pernah terkena penyakit tersebut. Sehingga sistem kekebalan tubuh mereka
saat ini telah mampu menghancurkan ketika agen tersebut masuk ke dalam tubuh. Antibodi
spesifik terhadap penyakit tersebut telah dibuat oleh sistem kekebalan tubuh
mereka.
5.
Agen/penyebab harus memiliki cara berpindah (transmisi)
dari pejamu untuk menginfeksi pejamu lain yang rentan. Penyebaran penyakit
infeksi/menular terutama melalui cara-cara berikut ini :
a.
Cara
Penularan Kontak: merupakan cara penularan yang paling sering terjadi pada infeksi nosokomial,
sehingga penting untuk diperhatikan. Dibagi dalam dua sub kelompok: penularan
kontak langsung dan penularan kontak tidak langsung.
1)
Penularan
Kontak Langsung adalah melalui kontak langsung dengan permukaan tubuh dimana terjadi
perpindahan organisme secara fisik dari orang yang terinfeksi atau
terkolonisasi kepada pejamu yang rentan, seperti ketika seseorang mengubah
posisi tubuh pasien, memandikan pasien atau melakukan aktifitas perawatan dan
pemeriksaan lainnya yang mengharuskan terjadinya kontak langsung. Penularan
kontak langsung juga dapat terjadi di antara dua pasien, yang satu berperan
sebagai sumber mikroorganisme menular dan yang lain berperan sebagai pejamu
yang rentan.
2)
Penularan
Kontak Tidak Langsung adalah melalui kontak antara pejamu yang rentan dengan benda yang terkontaminasi, biasanya bukan
makhluk hidup, seperti instrumen yang terkontaminasi, jarum atau
7
pembalut luka,
tangan terkontaminasi yang tidak dicuci dan sarung tangan yang tidak diganti
ketika digunakan pada lebih dari satu pasien.
b.
Penularan
Melalui Percikan (Droplet). Secara
teoritis ini juga merupakan bentuk
penularan kontak. Tetapi, mekanisme perpindahan patogen ke pejamu berbeda
dengan penularan kontak, baik langsung maupun tidak langsung. Droplet (percikan) dikeluarkan oleh
orang yang menjadi sumber terutama pada saat batuk, bersin dan berbicara serta
selama melakukan suatu prosedur tertentu seperti suction dan bronkoskopi.
Penularan terjadi ketika droplet yang
mengandung mikroorganisme dari orang yang terinfeksi terlontar dalam jarak yang
pendek (< 1 m ) di udara dan menempel pada konjungtiva, mukosa hidung, atau
mulut pejamu. Droplet tidak dapat bertahan di udara, sehingga penanganan
ventilasi udara khusus termasuk fogging tidak diperlukan untuk mencegah
penularan.
c.
Penularan
Melalui Udara (Air Borne). Terjadi
karena penyebaran nukleus droplet
melalui udara (residu partikel kecil ≤5 μm droplet
yang menguap dan mengandung mikroorganisme yang tetap bertahan di udara selama
periode waktu panjang) atau partikel debu yang mengandung agen infeksi.
Mikroorganisme yang terbawa melalui cara ini dapat tersebar luas melalui aliran
udara dan terhisap oleh pejamu rentan yang berada di ruangan sama dalam jarak
cukup jauh dari pasien sumber, bergantung pada faktor lingkungan. Sehingga
penanganan udara dan ventilasi khusus (tekanan negatif, exhaust fan dengan
hepafilter) diperlukan untuk mencegah penularan melalui udara.
d.
Penularan
Melalui Vehicle (Perantara) Yang Umum
berlaku untuk organism yang
ditularkan oleh benda-benda terkontaminasi seperti makanan, air, peralatan.
e.
Penularan
Melalui Vektor terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus dan binatang pengerat lain menularkan
mikroorganisme.
f.
Penularan Faecal-Oral terjadi
ketika seseorang menelan makanan yang terkontaminasi
oleh faeces atau memasukkan jari ke mulut setelah memegang benda terkontaminasi
tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
g.
Penularan
Melalui Makanan. Penularan melalui makanan terjadi karena memakan atau meminum makanan /minuman
terkontaminasi yang mengandung bakteri atau virus (misalnya hepatitis A dari
memakan kerang mentah).
Mikroorganisme
ditularkan di rumah sakit melalui beberapa cara dan mikroorganisme yang sama
dapat ditularkan dengan lebih dari satu cara. Kewaspadaan Isolasi dirancang
untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui cara-cara ini di rumah sakit.
Karena faktor agen dan pejamu lebih sulit dikendalikan,
8
maka
intervensi terhadap perpindahan mikroorganisme terutama diarahkan pada
pemutusan rantai penularan/transmisi.
D. Pencegahan Penularan Infeksi
Pencegahan
penyebaran infeksi memerlukan dihilangkannya satu atau lebih kondisi yang
diperlukan bagi pejamu atau reservoar untuk menularkan penyakit ke pejamu
rentan lainnya dengan cara :
1.
Menghambat atau membunuh agen, misalnya dengan
mengaplikasikan antiseptik ke kulit sebelum tindakan/pembedahan
2.
Memblokir cara agen berpindah dari orang yang
terinfeksi ke orang yang rentan, misalnya dengan mencuci tangan atau memakai
antiseptik handrub untuk membersihkan bakteri atau virus yang didapat pada saat
bersentuhan dengan pasien terinfeksi atau permukaan tercemar
3.
Mengupayakan bahwa orang, khususnya petugas kesehatan
telah diimunisasi atau divaksinasi
4.
Menyediakan alat perlindungan diri (APD) yang memadai
bagi petugas kesehatan dalam upaya mencegah kontak dengan agen infeksi,
misalnya sarung tangan rumah tangga untuk petugas kebersihan dan petugas
pembuangan sampah rumah sakit
Penanganan pasien denganpenyakit menular/suspek
Terapkan dan lakukan
pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar
Untuk kasus/dugaan kasus
penyakit menular melalui udara:
1.
Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika
ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi
secara terpisah di dalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari
kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting). Bila
ditempatkan dalam satu ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dekat 2
meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti
tirai atau sekat.
2.
Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri
udara bertekanan negative yang di monitor (ruangan bertekanan negative) dengan
6-12 pergantian udara perjam dan system pembuangan udara keluar atau
menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang
termonitor sebelum masuk ke system sirkulasi udara lain di ruamh sakit.
3.
Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negative dengan
system penyaringan udara pasrtikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negative
di dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin di
jendela sedemikian rupa agar aliran udara keluar gedung melalui jendela.
Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke daerah public. Uji untuk
tekanan negative dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabor dibawah
pintu dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin
tambahan di dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
4.
Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada
pasien mengenai perlunya tindakan pencegahan ini
5.
Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD
yang sesuai : masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus
digunakan, bila tidka digunakan
9
6.
Pakai sarung tangan bersih, non-steril ketika masuk
ruangan.
7.
Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan
jika akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau
barang-barang di dalam ruangan.
Pertimbangan pada saat penempatan pasien:
1.
Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luaa
terhadap lingkungan missal luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan
tidak terkontrol
2.
Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai
transmisi melalui udara ke kontak, missal : luka dengan infeksi kuman gram
positif
3.
Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang
keluar dengan exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, missal : TBC
4.
Kamar terpisah dengan udara terkunsi bila diwaspadai
transmisi airborne luas, missal varicella
5.
Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga
kebersihan (anak, gangguan mental)
Bila
kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi
dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga
kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.
Transpor pasien infeksius
1.
Dibatasi, bila perlu saja.
2.
Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan:
a.
pasien diberi APD (masker, gaun)
b.
petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan
pasien tersebut melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
c.
pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya
agar tidak terjadi transmisi kepada orang lain
Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung
1.
Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi
kecuali untuk pelayanan kesehatan penting.
2.
Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi
kemungkinan terpajannya staf, pasien lain, atau pengunjung.
3.
Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas
kesehatan harus menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak
dapat menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun
pelindung, dan sarung tangan.
Pemindahan pasien yang dirawat di ruang isolasi
Batasi
pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk keperluan
penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima
sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan/ area
isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun. Semua
petugas yang
10
terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang
sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan
kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika
pasien dipindahkan menggunakan ambulan, maka sesudahnya ambulan tersebut harus
dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70% atau larutan klorin 0,5%.
Keluarga pendamping pasien di rumah sakit
Perlu
edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan
isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada
pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh petugas
kecuali pemakaian sarung tangan.
Pemulangan pasien
1.
Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai
batas waktu masa penularan.
2.
Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien
yang dicurigai terkena penyakit menular melalui udara / airborne harus diisolasi
di dalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu
penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa
menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga
harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian
infeksi serta perlindungan diri.
3.
Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus
diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara
penularan penyakit menular yang diderita pasien. (Contoh Lampiran D:
Pencegahan, Pengendalian Infeksi dan Penyuluhan Bagi Keluarga atau Kontak
Pasien Penyakit Menular).
4.
Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu
dilakukan setelah pemulangan pasien.
Pemulasaraan Jenazah
1.
Petugas kesehatan harus menjalankan Kewaspadaan Standar
ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
2.
APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani
jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.
3.
Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong
jenazah yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
4.
Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian
luar kantong jenazah.
5.
Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah
meninggal dunia.
6.
Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan
untuk melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan
menggunakan APD.
7.
Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga
tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular.
Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seorang
pasien dengan penyakit menular meninggal dunia.
a.
Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
b.
Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus,
jika diijinkan oleh keluarga dan Direktur Rumah Sakit.
c.
Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
11
e.
Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam
disemayamkan di pemulasaraan jenazah.
Pemeriksaan Post Mortem
Pemeriksaan
post mortem pada seseorang yang menderita atau kemungkinan menderita penyakit
menular harus dilakukan dengan hati-hati, apalagi jika pasien meninggal dunia
selama masa penularan. Jika pasien masih menyebarkan virus ketika meninggal,
paruparunya mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu, kalau melakukan
suatu prosedur pada paru-paru jenazah, APD lengkap harus digunakan yang
meliputi masker N-95, sarung tangan, gaun, pelindung mata dan sepatu pelindung.
Mengurangi risiko timbulnya aerosol selama autopsi
1.
Selalu Gunakan APD
2.
Gunakan selubung vakum untuk gergaji getar
3.
Hindari penggunaan semprotan air tekanan tinggi
4.
Buka isi perut sambil disiram dengan air.
Meminimalisasi risiko dari jenazah yang terinfeksi
Ketika
melakukan pemotongan paru, cegah produksi aerosol
dengan :
1.
Hindari penggunaan gergaji listrik.
2.
Lakukan prosedur di bawah air.
3.
Hindari pajanan ketika mengeluarkan jaringan paru.
Sebagai petunjuk umum,
terapkan Kewaspadaan Standar sebagai berikut :
1.
Gunakan peralatan sesedikit mungkin ketika melakukan
otopsi.
2.
Hindari penggunaan pisau bedah dan gunting dengan ujung
yang runcing.
3.
Jangan memberikan instrumen dan peralatan dengan
tangan, selalu gunakan nampan.
4.
Jika memungkinkan, gunakan instrumen dan peralatan
sekali pakai.
5.
Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin dan dapat
menjaga diri masing-masing.
6.
Perawatan jenazah / persiapan sebelum pemakaman
7.
Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus
diberi tahu bahwa kematian pasien adalah akibat penyakit menular agar Kewaspadaan
Standar diterapkan dalam penanganan jenazah.
8.
Penyiapan jenazah sebelum dimakamkan seperti
pembersihan, pemandian, perapian rambut, pemotongan kuku, pencukuran, hanya
boleh dilakukan oleh petugas khusus kamar jenazah.
min boleh minta yg dalam bentuk word ?
BalasHapus